Antara lain, tanah 229 m2 dan bangunan ruko 3 unit Jalan Cipto Mangunsarkoro, Samarinda Seberang SHM 2396, 2397, 2398 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp 3,422 miliar, tanah 144 m2 dan bangunan ruko 2 unit di Jalan Cipto Mangunkusumo,
Samarinda Seberang SHM 2401, 2402 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp 2,145 miliar tanah 75 m2, dan bangunan ruko 1 unit di Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang SHM 2393 atas nama MSA, denga taksasi senilai Rp 1,053 miliar,
tanah 638 m2 dan bangunan 204 m2 di Jalan MT Haryono – Ring Road Komplek Balikpapan Baru Blok BC No. 26 Balikpapan Selatan. SHM 5316 juga nama MSA dengan taksasi senilai Rp 3,583 miliar.
Kemudian, tanah 480 m2 di Jalan Bukit Telaga Golf TA-4/11 Kel. Kebun Jeruk, Kec. Lakarsantri, Surabaya, Jawa Timur, SHGB 690, 670 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp 4,347 miliar.
Anehnya, diduga dengan beralibi terjadi perubahan kepemilikan dan kepengurusan atas PT HB, pada September 2014 dilakukan addendum dan restrukturisasi terhadap kredit. Padahal berdasarkan Akte No. 05 yang diterbitkan Notaris Has, SH, M.Hum, M.Kn, di Kota Samarinda tanggal 06 Agustus 2014, saham H. HM tercatat membesar menjadi pemegang 495 lembar saham atau menguasai 99% di PT HB. Dengan dalih yang dibuat-buat, terdapat dugaan melalui surat 023/PK-024/KI.59/2014 tiba-tiba dilakukan penarikan seluruh jaminan atas nama MSA. Hal ini dinilai sebagai akal-akalan semata.
Setelah menerima aliran dana kredit dari PT BPD Kaltim-Kaltara sebesar Rp 235,8 miliar pinjaman pokok kredit tidak dibayar, dan macet. Anehnya, pemilik agunan berhasil mengamankan kembali semua asetnya, dengan menarik sebelum disita oleh pihak bank. Ini adalah bentuk dugaan pemufakatan jahat yang merugikan keuangan daerah/negara. Bagaimana mungkin aset yang menjadi agunan bisa dikembalikan, padahal kredit belum lunas?