IPOL.ID – Potensi ekspor Indonesia ke Australia sangat besar, didukung oleh sekitar 120 ribu diaspora Indonesia yang berada di Australia. Diaspora ini dapat menjadi mitra potensial bagi pelaku usaha berorientasi ekspor karena mereka lebih memahami situasi pasar di negara tersebut.
Untuk mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke Australia, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bersama Atase Perdagangan Canberra, Kementerian Perdagangan RI, dan Export Expert Indonesia menyelenggarakan Market Brief dan Pitching Pasar Australia dan New Zealand di Jakarta beberapa waktu lalu.
Acara ini bertujuan memberikan wawasan mendalam mengenai pasar ekspor Australia dan New Zealand kepada lebih dari 20 pelaku usaha Indonesia berorientasi ekspor sehingga pelaku usaha dapat mengembangkan strategi yang efektif untuk memasuki dan bersaing di pasar tersebut, serta memanfaatkan fasilitas pembiayaan ekspor yang disediakan oleh LPEI untuk mendukung ekspansi bisnis mereka.
Atase Perdagangan Canberra, Agung Haris Setiawan mengatakan pada tahun 2024 total nilai perdagangan antara Australia dan Indonesia mencapai USD 13,474 miliar, dengan nilai ekspor Indonesia ke Australia sebesar USD 5,59 miliar. Lima komoditas utama yang diekspor Indonesia ke Australia meliputi mesin-mesin/mekanik (HS84) senilai USD 1,203 miliar, benda-benda dari besi dan baja (HS85) senilai USD 789,87 juta, mesin/peralatan listrik (HS85) senilai USD 400,40 juta, minyak dan gas (HS87) senilai USD 258,03 juta, dan pupuk (HS31) senilai USD 200,79 juta.
“Menariknya, ekspor nonmigas Indonesia ke Australia meningkat signifikan hingga 60,58 persen sepanjang 2024. Peningkatan ini turut menurunkan defisit perdagangan Indonesia terhadap Australia sebesar 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” katanya.
Haris menjelaskan salah satu sektor dengan potensi ekspor signifikan adalah produk makanan dan minuman (HS code 19, 21, dan 22), dengan total nilai ekspor pada tahun 2024 mencapai USD 160,5 juta. Eksportir makanan dan minuman Indonesia dapat memanfaatkan pameran seperti Pameran good food and Wine Show dan Fine Food Australia “Good Food & Wine Show” yang dihadiri oleh 300 supplier dan produsen dari 20 negara, dengan potensi transaksi mencapai Potensi transaksi lebih dari USD 100 Juta.
“Untuk sukses menembus pasar Australia, eksportir makanan dan minuman Indonesia disarankan mengikuti tren makanan sehat seperti makanan rendah gula dan berbasis tanaman (plant-based), serta memastikan produk memenuhi standar Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) sejak awal.
Produk yang dipasarkan juga sebaiknya memiliki cerita yang kuat, menggunakan bahan berkualitas, dan memiliki nilai budaya serta berkelanjutan,” kata Haris Setiawan.
Di kesempatan yang sama, Fikrie Aldjoeffry dari Export Expert Indonesia menjelaskan selain makanan dan minuman, bumbu masak Indonesia juga memiliki peluang besar untuk peningkatan ekspor ke Australia. Konsumen Australia mencari bumbu berbahan alami, tanpa tambahan sintetis, namun praktis dan cepat digunakan.
“Dunia sedang mencari rasa baru. Tren kuliner global dan etnik mendorong permintaan bumbu otentik, dan Indonesia memiliki peluang besar di pasar ini. Komunitas dan diaspora Indonesia yang berkembang di Australia menjadi katalisator promosi alami di pasar retail dan online Australia untuk makanan dan bumbu alami dari Indonesia,” katanya.
Produk home decor berbasis rotan dari Indonesia juga digemari masyarakat Australia karena desain yang beragam, bahan berkualitas tinggi, dan praktik berkelanjutan. Tren ekspor produk dekorasi rumah Indonesia dalam lima tahun terakhir (2018-2022) meningkat sebesar 13,98 persen, sedangkan ekspor produk furnitur meningkat sebesar 11,67 persen pada periode yang sama.
“Untuk menarik minat buyer di Australia, desain home decor sebaiknya minimalis dan berfokus pada keberlanjutan, dengan warna-warna lembut dan netral untuk memberikan fleksibilitas dalam desain interior. Sentuhan personal atau handmade yang unik juga dapat mencerminkan kepribadian, serta integrasi dengan perangkat pintar untuk mempermudah pengelolaan rumah sehari-hari,” kata Haris.
Pada kesempatan ini, Atase Perdagangan Canberra juga melakukan soft-launching layanan KSATRIA, WA Chatbot dengan teknologi AI yang bisa diakses seluruh pelaku usaha Indonesia.
Fikrie menambahkan produk home decor berbahan bambu dari Indonesia semakin dilirik dunia karena kombinasi unik antara keindahan alami, keberlanjutan, dan nilai budaya. Konsumen Australia semakin mencari produk dekorasi yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berbahan alami seperti bambu.
“Produk bambu Indonesia terkenal dengan sentuhan handmade, desain artistik, dan nilai budaya yang kuat, menciptakan daya tarik emosional yang sulit disaingi produk massal,” katanya.
Kepala Divisi SMEs Advisory LPEI, Maria Sidabutar mengatakan LPEI aktif memberikan wawasan ekspor kepada pelaku usaha Indonesia untuk membuka peluang, termasuk di pasar non-tradisional. LPEI memberikan insight tentang tren konsumen, peluang produk unggulan, dan strategi penetrasi pasar di Australia dan Selandia Baru. Bersama Atase Perdagangan Canberra, LPEI juga memberikan masukan langsung kepada pelaku usaha yang membawa sampel produk.
“Sebagai bagian dari program berkelanjutan, LPEI memiliki produk layanan non-finansial untuk mendukung pelaku usaha berorientasi ekspor namun belum pernah ekspor seperti Business Matching, Desa Devisa (community development), dan Coaching Program for New Exporters (CPNE). Dengan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif, LPEI terus berkomitmen untuk memperkuat daya saing UKM Indonesia di pasar global, membangun ekosistem ekspor yang inklusif, serta memanfaatkan teknologi untuk menghadirkan solusi ekspor yang adaptif dan berkelanjutan,” kata Maria. (Yudha Krastawan)