Mendagri menjelaskan, rendahnya realisasi belanja APBD akan menurunkan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jika hal ini terjadi, dikhawatirkan sektor swasta juga akan ikut terdampak, mengingat belanja pemerintah merupakan tulang punggung utama perekonomian daerah. “[Sektor] swasta juga enggak akan bergerak, karena enggak dipicu, enggak distimulasi oleh belanja pemerintah,” tandasnya.
Sementara itu, dari sisi pendapatan APBD TA 2025, berdasarkan sumber yang sama, realisasi secara keseluruhan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, telah mencapai Rp292,75 triliun atau 21,88 persen. Adapun pada periode yang sama di tahun 2024, capaiannya sebesar Rp284,01 triliun atau 22,89 persen. Dengan demikian, meskipun terdapat kenaikan secara nominal, secara persentase realisasinya justru lebih rendah. “Kalau [lihat] prosentase dibandingkan target, itu di tahun 2025 lebih rendah sedikit dibanding 2024,” tandas Mendagri.
Mendagri mengingatkan, realisasi pendapatan merupakan hal yang sangat krusial. Pasalnya, hal ini berkaitan dengan kemampuan daerah untuk menyelesaikan persoalan fundamental seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan ekstrem, dan prioritas lainnya. Jika pendapatan tidak kuat, maka belanja yang ditujukan untuk pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat juga tidak akan maksimal.