IPOL.ID – DPR RI resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang (UU l) dalam Rapat Paripurna, Selasa (1/7).
Rapat dipimpin Ketua DPR Puan Maharani dengan didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel.
“Apakah Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi UU?” kata Puan sebelum RUU disahkan.
Menurut catatan Sekjen DPR RI, daftar hadir rapat paripurna ini telah ditandatangani oleh 105 orang dari 580 anggota DPR secara keseluruhan, dan yang izin hanya 197 orang.
Pengesahan ini dihadiri secara langsung oleh perwakilan pemerintah, di antaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, juga jajaran Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.
Fraksi yang menyetujui pengesahan RUU itu adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Sementara Fraksi NasDem menerima dengan catatan, dan Fraksi Partai Demokrat serta PKS menolak.
Pembahasan RUU Kesehatan dimulai saat Baleg DPR mengirimkan draf kepada pemerintah untuk dibahas bersama DPR. RUU ini kemudian disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna 14 Februari 2023
Pada 3 April, Bamus DPR menugaskan Komisi IX untuk mulai melakukan pembahasan, dan pada 5 April 2023, pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada Komisi IX.
Panja yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mulai bekerja per 15 April 2023 hingga hari ini untuk membahas RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasal tersebut.
Sepanjang pembahasannya, RUU Kesehatan mengalami penolakan dari berbagai pihak, khususnya lima organisasi profesi (OP) kesehatan di Indonesia, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Mereka mempermasalahkan sejumlah hal seperti mandatory spending yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup.
RUU Kesehatan juga dinilai tidak transparan dan disusun serta diproses dengan buru-buru, tetapi DPR dan pemerintah terus melanjutkan pembahasannya, tanpa peduli aspirasi kelima OP Kesehatan.
Saat RUU ini disahkan, kelima OP dengan massa ribuan orang juga berdemonstrasi di depan gedung DPR untuk menyatakan menolak RUU ini disahkan dan pengesahannya ditunda.(Sofian)