iPOL.ID – Buruh di DKi Jakarta yang tergabung tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menggeruduk Kantor Gubernur Anies Baswedan di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu (20/7).
Aksi unjuk rasa damai itu menuntut Anies melayangkan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait upah minimum provinsi (UMP) Jakarta tahun 2022.
Sebab dalam putusan PTUN, Anies diharuskan menurunkan UMP DKI dari Rp4.641.854 juta menjadi Rp4.573.845 juta.
Ketua Perda KSPI DKI Jakarta, Winarso, mengungkapkan, buruh keberatan jika UMP DKI harus turun menjadi Rp4,5 juta. Alasannya, saat ini harga sejumlah bahan pokok melonjak naik.
“Mungkin masyarakat tahu belum lama ini juga melambungnya harga migor (minyak goreng), melambungnya harga sembako misalnya cabai yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu rumah tangga tentu kami berharap dengan UMP yang besarnya 4,6 juta bisa menaikan taraf hidup mereka,” ucap Winarso di depan halaman Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu (20/7).
Winarso mengatakan, aksi buruh hari ini mengusung dua tuntutan. Pertama, meminta Gubernur Anies untuk melakukan banding terhadap putusan PTUN yang menurunkan nilai UMP DKI 2022 dari Rp4.641.854 menjadi Rp4.573.8454. Sedangkan tuntutan kedua, mendesak pengusaha tetap membayar upah sebesar Rp4.641.854.
“Selama belum ada putusan di tingkat banding, maka masih berlaku upah yang lama. Putusan PTUN belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” tukasnya.
Winarso menyampaikan mengapa buruh menolak hasil putusan tersebut. Sebab, dari hasil putusan PTUN itu dikeluarkan setelah revisi Kepgub No 1517 tahun 2021 dijalankan selama tujuh bulan. Menurutnya, tidak mungkin kalau upah pekerja kemudian diturunkan di tengah jalan.
Dia khawatir akan adanya konflik horizontal yang timbul antara buruh dengan perusahaan. Lalu, buruh menganggap PTUN DKI sudah menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power.
Winarso menilai PTUN telah melampaui kewenangannya yakni hanya menguji dan menyidangkan gugatan terkait dengan persoalan administrasi. Menurut dia, kalau melihat kewenangan PTUN tersebut, seharusnya PTUN hanya sebatas menerima atau menolak gugatan yang diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
“Tapi tiba-tiba PTUN menyatakan menerima gugatan Apindo, kemudian memutuskan kenaikan UMP DKI menjadi Rp4,57 juta per bulan. Ini kan berbahaya siapa yang memberikan kewenangan pada PTUN untuk memutuskan?” sesalnya.
Dia menuturkan, seharusnya keputusan PTUN itu dikeluarkan pada awal 2022 atau sebelum pelaksanaan awal UMP DKI Jakarta. Kemudian keputusan PTUN itu akan berpengaruh pada wibawa Anies selaku yang mengeluarkan kebijakan.
“Wibawa pemerintah enggak boleh jatuh. Kalau Anies sebagai Gubernur DKI tidak melakukan banding, berarti Anies tidak konsisten terhadap keputusannya,” kritiknya. (pes)