Seno memang istimewa.
Ia dalang untuk zamannya –zaman milenial ini. Ia melangkah lebih ke kekinian dari gurunya: Ki dalang Manteb Sudarsono. Ia beda benar dengan bapaknya: dalang Suparman.
Rasanya gaya Seno tidak akan lahir tanpa Ki Manteb –yang memang diakuinya sebagai gurunya.
Pak Manteb memang perintis adegan flash back dalam wayang –sepengetahuan saya. Gaya film beliau adopsi ke wayang.
Misalnya dalam lakon Bharatayuddha episode matinya Pandita Durna. Yang ia gelar selama 7,5 jam itu: adegan pertamanya langsung mengejutkan. Aneh sekali. Adegan pertama itu berupa berseliweran panah di layar. Tokoh pemeran pembuka di lakon itu: panah!
Bahkan di pergelaran Seno Nugroho praktis tidak ada lagi pertunjukan yang diawali dengan ”jejer”. Yakni rapat kabinet kerajaan. Yang monoton. Yang lambat. Yang panjang. Adegan rapat kabinet itu bisa satu jam sendiri.
Di adegan selanjutnya pun kita tidak tahu siapa urutan wayang yang muncul ke layar. Banyak unsur kejutannya.
Seno adalah Ki Manteb dalam bentuk yang lebih maju. Juga lebih kreatif. Meski juga lebih ”rusak-rusakan”. Dengan aransemen gamelan yang juga lebih kaya dan lebih masa kini.