indoposonline.id – Port State Control (PSC) Indonesia berkomitmen mengedepankan profesionalitas. Pandemi Covid-19 tidak mengendurkan semangat dan kerja-kerja kreatif. Meski harus diakui, wabah pandemi mengakibatkan sejumlah pembatasan dunia pelayaran internasional.
Beragam pembatasan tersebut, tidak mengurangi kinerja dan profesionalitas. Yakni bekerja sesuai ketentuan Tokyo Memorandum of Understanding (MoU). Tokyo MoU diteken 18 otoritas maritim pada 1 Desember 1993. Dan, mulai beroperasi pada 1 April 1994. “Kami tetap mengikuti prosedur inspeksi sesuai panduan Tokyo MoU,” tutur Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad, mewakili PSC Indonesia, dalam pertemuan rutin tahunan Port State Control Committee ke-31 secara virtual, Kamis (21/1/2021).
Saat ini, Tokyo MoU memiliki 21 anggota Otoritas. Meliputi Australia, Kanada, Chili, Cina, Fiji, Hong Kong (Cina), Indonesia, Jepang, Republik Korea, Malaysia, Kepulauan Marshall, Selandia Baru, Panama (diterima pada Pertemuan PSCC ke-30), Papua Nugini, Peru, Filipina, Federasi Rusia, Singapura, Thailand, Vanuatu, dan Vietnam. Sedang Meksiko mematuhi MoU Tokyo sebagai Otoritas anggota bekerja sama.
Sedangkan PSC adalah pemeriksaan terhadap kapal asing yang berkunjung. Yaitu memverifikasi kepatuhan memenuhi aturan internasional tentang keselamatan, keamanan, perlindungan lingkungan laut, kondisi hidup, dan kerja pelaut. PSC adalah sarana penegakan hukum. Apabila ada kasus, pemilik dan negara bendera gagal melaksanakan tanggung jawab menerapkan atau mematuhi aturan.
PSC suatu Negara Pantai dapat meminta agar kekurangan diperbaiki dan dapat menahan kapal jika diperlukan. Itu bisa menjadi pertahanan bagi Negara Pantai terhadap kapal pendatang di bawah standard. PSC juga menjadi pertahanan kedua untuk memastikan keselamatan, keamanan, perlindungan lingkungan maritim, kondisi kerja, dan kehidupan pelaut. (dri)