Indoposonline.id – Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dinilai perlu dilakukan perombakan. Sebab, ada beberapa pasal yang diduga syarat dengan multi tafsir.
Hal itu disampaikan oleh sejumlah narasumber saat memberikan masukan kepada Tim Kajian UU ITE, Rabu (17/3).
Para narasumber terdiri dari 8 orang akademisi, baik dari ahli hukum pidana, maupun dari pakar Cyber law, dan juga sosiolog.
“Pada dasarnya pasal-pasal yang dipersoalkan (narasumber) adalah pasal-pasal yang memang diatur di dalam KUHP atau tindak pidana di luar KUHP, misalnya mulai dari pasal 27 ayat 1 sampai dengan ayat 4 kemudian Pasal 28 dan Pasal 29. Ini yang menjadi bahan diskusinya,” ungkap Ketua Tim Kajian UU ITE, Sugeng Purnomo, Rabu (17/3).
Adapun delapan orang narasumber itu antara lain, Marcus Priyo Gunarto (Pakar Hukum Pidana UGM), Indriyanto Seno Adji (Pakar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana), Edmon Makarim (Dekan Fakultas Hukum UI), Jamal Wiwoho (Rektor UNS), Imam Prasodjo (Sosiolog Universitas Indonesia), Mudzakir (Pakar Hukum PIdana UII), Sigid Susesno (Pakar Cyber Crime Universitas Padjajaran), dan Teuku Nasrullah (Pakar Hukum Pidana UI).
Sugeng menambahkan, banyak usulan para narasumber yang menarik untuk di diskusikan lebih lanjut. Misal ada saran agar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP cukup ditarik dan dimasukan di dalam UU ITE kemudian diperberat ancaman pidananya. Kemudian ada juga usulan untuk memformulasi ulang pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT.
“Dan yang tidak kalah pentingnya tentang ketentuan di pasal 36, dimana apabila terjadi pelanggaran, di pasal-pasal sebelumnya apabila menimbulkan kerugian itu diancam hingga 12 tahun. Padahal di dalam UU ite sendiri tidak pernah disebutkan itu kerugian apa, sedangkan di dalam domain hukum pidana apabila kita bilang ada kerugian, maka kerugian itu sifatnya hanya materil, bukan immateril. Nah ini tidak ada batasan. Di dalam pasalnya maupun dibagian penjelasan,” tambahnya.
Sebelumnya, Tim Kajian UU ITE juga meminta masukan dari kalangan aktivis praktisi media sosial dan asosiasi pers, Selasa (16/3). Masukan para narasumber ini nantinya akan ditampung untuk bahan pertimbangan dalam merevisi UU tersebut.(ydh)