indoposonline.id – Meski penyidikannya dihentikan, Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Sjamsul Nursalim dinilai masih bisa digugat secara hukum perdata oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gugatan ini bertujuan untuk menuntut ganti rugi negara terhadap mantan tersangka kasus dugaan korupsi BLBI tersebut.
“Jadi, gugatan secara perdata dapat dilakukan dengan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH), tujuannya untuk menuntut ganti rugi,” ujar pakar hukum pidana, Suparji Ahmad, Minggu (4/4).
Meski begitu, diakuinya, gugatan perdata bukan perkara mudah ditempuh oleh penegak hukum. Karena gugatan yang diajukan itu, harus memenuhi unsur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Unsur dimaksud bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. “Jadi untuk gugatan PMH (perbuatan melawan hukum) tidak mudah dibuktikan tetapi dapat dilakukan,” ucap Suparji.
Namun, Suparji merasa optimis lembaga penegak hukum itu dapat menempuh gugatan tersebut. Apalagi gugatan ini pernah juga dialamatkan kepada penegak hukum.
“Bisa dilakukan gugatan PMH, karena jaksa juga pernah digugat oleh pihak yang (merasa) dirugikan,” tukas akademisi Universitas Al Azhar tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan penghentian penyidikan terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim, tersangka kasus BLBI. Menurutnya, penghentian ini berdasarkan Pasal 40 UU KPK. Yakni, sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
“Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal UU KPK, yaitu ‘Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas kepastian hukum’,” ujar Alex.
Namun, KPK belum memastikan apakah akan menempuh langkah hukum lain usai menghentikan penyidikan kasus tersebut. (ydh)