Indoposonline.id – Koperasi dan UKM mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional, dari sisi jumlah mayoritas pelaku usaha di Indonesia, serapan tenaga kerja maupun kontribusi terhadap perekonomian nasional (PDB).
Koperasi selaku tulang punggung perekonomian nasional memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan Usaha Kecil dan Menengah. Meski begitu, Koperasi dan UKM tak luput dari perbuatan tindak pidana.
Diungkapkan Staf Ahli Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Jam S Maringka, ada enam modus tindak pidana yang umumnya terkait dengan koperasi.
Di antaranya, tidak menyetorkan uang angsuran yang diterima dari nasabah kepada bendahara koperasi dan melakukan penarikan uang simpanan anggota melebihi dari jumlah pinjaman yang disetujui oleh pengurus.
Selain itu, mengajukan proposal yang melampirkan persyaratan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk menerima dana bantuan sosial, melakukan pinjaman dengan menggunakan nama nasabah fiktif di koperasi untuk keperluan pribadi dan memakai nama-nama para nasabah yang telah lunas membayar pinjaman dari koperasi untuk mengambil lagi pinjaman pada koperasi tanpa sepengetahuan para nasabah.
“Serta menyalurkan dana bantuan yang diterima oleh Koperasi kepada yang tidak berhak,” ungkap Jan S Maringka dalam keterangannya, Sabtu (24/4).
Sekadar informasi, jumlah pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebanyak 64,2 juta atau 99 % dari jumlah pelaku usaha di Indonesia, dan daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha.
Maka itu, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) itu menuturkan, penyaluran dana bergulir harus tepat sasaran.
“Selain agar koperasi tetap memiliki likuiditas yang cukup sehingga dapat melayani anggota UMKM, hal itu juga terutama mengantisipasi dampak ekonomi terhadap keberlangsungan usaha UMKM akibat Pandemi Covid-19,” tutur pejabat eselon I tersebut.(ydh)