“Karena mereka terhambat dengan ketiadaan perlindungan dan kemudahan sebagai warganegara,” jelasnya.
Maruarar memaparkan, pertemuan bagi diaspora dua kali di Indonesia yaitu Jakarta dan Bali, pada dasarnya juga telah memperoleh sambutan dari Pemerintah Indonesia, terutama tentang kebutuhan tenaga terampil yang dapat membantu pembangunan Indonesia. Para diaspora telah memikirkan suatu politik hukum yang dapat mengadosi suatu bentuk perlindungan bagi diaspora Indonesia untuk dapat menyumbangkan tenaga bagi pembangunan Indoneisa.
“Oleh karena itu dalam semangat perlindungan bangsa, dan untuk memberi kemungkinan membuka kesempatan bahwa para diaspora dapat kembali secara periodik untuk membantu pembangunan di Indonesia, diperlukan suatu politik hukum yang memungkinkan dual citizenship tersebut, meskipun dengan kehati-hatian,” tandasnya.
Maruarar menilai, pendidikan dan ketrampilan para diaspora Indonesia yang tetap mencintai Indonesia, seyogianya menjadi semangat untuk melihat kasus sengketa Pilkada Kabutan Sabu Raijua ini secara proporsional. Dibutuhkan ketenangan berpikir untuk melihat adanya kewarganegaraan asing yang diperoleh sesungguhnya bukan atas kehendak sendiri, melainkan hanya untuk mempertahan kelangsungan hidup di negeri orang.