Fatia pula yang mengantar jenazah Ita ke tempat kremasi. Memandikan. Menunggu kremasi selesai. Mengambil abunyi. Menaburkannyi di laut Tanjung Priok.
Fatia sendiri mengaku kehilangan jejak di mana mama dan papa Ita sekarang. Kakak Ita pernah bersaksi di kepolisian bahwa Ita bukan mati dibunuh dengan motif politik.
“Saya bukan ketua Komnas Perempuan,” ujar Fatia mengoreksi Disway kemarin. “Saya salah satu pendiri Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kemudian, menjadi komisioner tahun 1998—2006,” katanyi.
Ketika peristiwa Mei 1998, Fatia adalah ketua Kalyanamitra. Yakni, sebuah LSM perempuan. Yang melakukan advokasi anti kekerasan terhadap perempuan dan hak-hak perempuan.
“Mei 98 saya diangkat menjadi ketua Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan,” ujar Fatia. Tugasnyi, mendampingi dan mendokumentasi pemerkosaan Mei 98 dan membawa kasus tersebut ke komisi tinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss.
Fatia lantas aktif di dunia advokasi perempuan internasional. Empat tahun lalu Fatia dan suami pindah ke kota kelahiran: Jogja. Sampai sekarang.