indoposonline.id – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa dengan tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Sebab Jaksa hanya menuntut politikus Gerindra itu dengan kurungan penjara selama lima tahun dikurangi masa penahanan.
“KPK nampaknya masih mengecewakan, untuk tuntutannya ringan-ringan dan kemudian otomatis putusannya nanti juga ringan. Inilah yang sebenarnya disparitas,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Jakarta, Rabu (30/6).
Edhy Prabowo seharusnya mendapatkan tuntutan yang lebih berat karena saat terjadinya korupsi dirinya menjabat sebagai Menteri. “Semestinya karena level pejabat tinggi (Menteri) itu ada faktor pemberat,” desak Boyamin.
Dia pun lantas membandingkan KPK dengan Kejaksaan Agung dalam hal menuntut terdakwa kasus tindak pidana korupsi. “Disayangkan, ketika KPK menuntut perkara tindak pidana korupsi levelnya hanya tiga tahun sampai lima tahun. Sementara Kejaksaan agung levelnya menuntut 20 tahun sampai seumur hidup,” singgungnya.
Dia berharap ke depan KPK dapat menuntut hukuman yang lebih berat lagi kepada terdakwa korupsi. “Terlebih terdakwa yang dituntut pernah atau sedang menduduki jabatan penting dipemerintahan,” harap Boyamin.
Sebelumnya, JPU KPK menuntut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan.
Tak hanya pidana badan, Edhy juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan USD77.000 dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan.
Sebab, Edhy dinilai terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Jaksa meyakini suap diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya. (ydh)