Terkait kasus posisi, dia mengatakan, LPEI diduga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada sembilan debitur yaitu Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.
“Pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai laporan sistem informasi manajemen resiko dalam posisi colektibility 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019,” sebutnya.
LPEI didalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada para debitur diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik. Sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada 2019 sebesar 23,39%.
“Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. Jumlah kerugian dikarenakan adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN),” kata Leonard.
Selanjutnya berdasarkan statement dilaporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74% dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada provitabilitas (keuntungan). Kenaikan CKPN untuk meng-cover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalahan yang disebabkan oleh kesembilan debitur di atas.