Bersama: Dian Permata
Peneliti Senior Sindikasi Pemilu & Demokrasi (SPD)
Indoposonline.id, Jakarta – Bicara pemilu ada beberapa hal yang perlu dibahas, Pertama, Memori publik tentang pemilu SANGAT beragam, belajar dari pengalaman 2019, karena mengingatkan kita ada tragedi kemanusiaan. HAL INI akan menjadi salah satu pembahasan konten kita ke depan.
Kedua adalah tidak bisa dihindari ini adalah exerciSe pertama kita dari 5 kotak ke 7 kotak. Jadi tidak hanya pemilih yang was-was, penyelenggara dan pemerintah juga was-was. Tapi ini kan dalam rangka kita mencari solusi dan titik temu bagaimana kita memitigasi 7 kotak tersebut secara berbarengan. Jadi sah-sah saja ada kebijakan seperti itu.
SPD coba melacak terkait kalimat politik transaksional ini, yang turunan banyak kan ya, ada mahar politik dan dalam mikronya itu ada politik uang seperti yang masyarakat kenal. Setelah kita lacak dari regulasi memang dari undang-undang Pemilu tahun 1955 itu sudah ada upaya mencegah adanya kasus politik transaksional, tapi bahasa jaman dulu itu bukan politik transksional, kala itu kalimatnya suap menyuap itu kalimatnya. Jadi memang kebutuhannya pada saat itu adalah juga seperti pemilu jaman sekarang berintegritas. Bahkan sudah ada perangkat hukumannya misalnya ada beberapa pihak yang terkena upaya suap menyuap itu ganjarannya adalah 3 tahun. Jadi bisa dibayangkan ditahun 1955, Undang-undang No.3, itu sudah ada upaya mencegah hal-hal yang mengganggu bahkan mengurangi kualitas dari Pemilu itu sendiri.