indoposonline.id – Suharlin Lilin, yang mengklaim sebagai pemilik lahan di kawasan Limo, Depok, akhirnya melayangkan surat pemblokiran Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB atas nama PT ACP. Adapun lahan yang diklaim itu persisnya ada di area proyek Tol Cijago Seksi III, Depok.
Surat pemblokiran tersebut, dilayangkan Suherlin melalui kuasa hukumnya, Yakub. Langkah tersebut dilakukan agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) Depok mengetahui secara jelas persoalan tersebut. “Iya kami ingin semuanya menjadi terang, terutama kepala kantor BPN, menjadi terang persoalannya dulu,” kata Yakub, baru-baru ini.
Dia khawatir, BPN Depok hanya melihat persoalan ini dari luar saja. Namun keberatan serta duduk permasalahan yang telah disampaikan oleh warga tidak pernah dimunculkan.
“Kami memandang kita perlu mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan seperti pemblokiran,” katanya.
Yakub menjelaskan, pemblokiran dilakukan agar tidak ada upaya hukum apapun yang bisa mengalihkan sertifikat tanah ke pihak lain. Termasuk tidak adanya pembayaran pembebasan tanah untuk tol sebelum adanya kepastian hukum. “Jadi ada dua hal, kita minta blokir sertifikat, dan mediasi,” ujarnya.
Terkait hal itu, Yakub meminta adanya mediasi secara resmi atau prosedur kepada warga dan pihak perusahaan. Sebab selama ini hanya pembicaraan tidak resmi yang diklaim BPN sebagai proses mediasi.
“Yang saya tahu itu kalau mediasi ada surat tertulisnya dan ketika sudah di mediasi. Setelah itu baru bisa dilakukan proses identifikasi fisik. Kalau overlap bisa diketahui di mananya,” ungkap Yaqub.
Pembebasan lahan Tol Cijago nyatanya masih menyisakan sebagian masalah. Seperti yang dalami oleh Suharlin Lilin, perempuan yang mengaku sebagai pemilik lahan dengan luas sekitar 2.000 meter persegi di wilayah Kecamatan Limo, Depok.
Dia mengaku, persoalan terjadi ketika dirinya hendak mendapat uang konsinyasi atas pembayaran pembebasan Tol Cijago di kawasan Limo. Padahal menurutnya, tanah itu dibeli sejak 2001 dengan status girik atau tanah adat.
“Jadi pas saya datang ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) Depok saat mau pembayaran, saya kaget karena katanya tidak bisa, tanahnya overlap. Inikan aneh,” akunya kecewa.
Tanah tersebut belakangan diakui oleh salah satu perusahaan. Padahal dia yakin bidang tanah yang dimaksud adalah berbeda.
“Katanya PT itu membeli secara lelang kepada PT Wisma. Tapi masalahnya mereka tidak mengkroscek dahulu tanahnya,” keluhnya.
Sementara itu, dikonfirmasi indoposonline (Ipol), petugas BPN SKP Kota Depok, Ujang mengatakan, suratnya belum sampai. “Suratnya belum sampai ke seksi kami, besok di cek dulu,” jawabnya kepada Ipol. (ibl/msb)