indoposonline.id – Penegakan hukum yang agresif dalam kasus gagal bayar Jiwasraya berdampak terhadap kondisi pasar modal di dalam negeri. Dampak terbesar dari kasus Jiwasraya bukan pada penurunan nilai IHSG, melainkan pada menyusutnya jumlah transaksi di pasar modal, baik yang dilakukan oleh investor institusi maupun ritel.
“Begitu juga dengan frekuensi transaksi harian di bursa yang turut melambat,” kata Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azharm dalam rilis laporan berjudul Penegakan Hukum yang Mengganggu Roda Perekonomian: Kasus Jiwasraya dan Dampaknya Terhadap Pasar Modal Indonesia, Rabu (2/6).
Lewat laporan Lokataru ini, lanjut Haris, diketahui bahwa sebelum dinyatakan gagal bayar, Jiwasraya memiliki cadangan dana yang mumpuni. Justru Ketika dinyatakan Gagal Bayar, cadangan dana tersebut mengalami pembekuan, tidak bisa digunakan, dan akhirnya nasabah serta pihak ketiga tidak bisa mengakses hak mereka.
Haris menambahkan, laporan ini juga mengungkap sejumlah kejanggalan yang masih tersisa pascapengungkapan kasus tersebut. “Pertama, pada saat diumumkan gagal bayar, Jiwasraya sebenarnya masih memiliki aset tunai yang lebih dari cukup untuk membayar klaim jatuh tempo tersebut. Kedua, guliran pernyataan lebih deras dan mendahului dari pada penyelesaian skema bisnis untuk melindungi hak pihak ketiga, nasabah dan lain-lain. Penawaran penyelesaian skema bisnis baru muncul belakangan, itu tanpa melibatkan, cara dan kepentingan, para nasabahnya,” katanya lagi.