indoposonline.id – Psikolog klinis dan forensik, Kasandra Putranto mengatakan, sebagai lembaga pertahanan negara maka Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus menjunjung tinggi nilai – nilai moral, pelanggaran moral apapun dapat beresiko pemecatan, tidak hanya yang terpengaruh Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Oleh karena itu sikap tegas Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono untuk memecat prajurit yang terlibat dalam salah satu pelanggaran moral seperti LGBT harus dihormati dan diapresiasi.
“Sebagai psikolog Klinis dan Forensik, LGBT itu itu tidak termasuk penyimpangan kejiwaan, walaupun dengan standar norma sosial dan agama termasuk penyimpangan,” ujar Kasandra Putranto di Jakarta, Jumat (23/7/2021).
Kasandra menegaskan, prasyarat untuk menjadi prajurit TNI harus dihormati. Bahkan di Thailand yang melakukan wajib militer hanya bagi kaum pria saja. Sementara yang transgender dibebaskan untuk tidak ikut. Walaupun diluar kemiliteran, hal tersebut (LGBT) tidak berlaku sebagai prasyarat. Misalnya dibidang Kedokteran, tidak ada masalah soal LGBT.
“Pada dasarnya setiap profesi memang memiliki standar tertentu yang harus dipenuhi, apalagi profesi penting dan kritikal, macam pilot, tentara, polisi, dokter dan lain-lain. Persyaratannya tentu tergantung kebutuhan kerja di lapangan yang berbeda beda,” paparnya.
Kasandra meminta setiap pimpinan kemiliteran sebaiknya tidak terfokus pada LGBT, tetapi kepada persyaratan utama. Seperti pilot diharapkan sehat jasmani, tidak memiliki gangguan penglihatan, minus atau color blind (buta warna). Kasandra menilai, persoalan LGBT menjadi sensitif karena menyangkut nilai-nilai yang dianut dalam setiap profesi.
“Ada profesi lain yang mungkin tidak menpersyaratkan hal tersebut. Namun di Indonesia, memang masih menjadi persyaratan utama (bebas LGBT), hampir sama dengan di masa Orde Baru (Orba), terdapat praktek yang diskriminatif terhadap masyarakat yang mungkin memiliki keterlibatan dengan PKI, sehingga harus menyediakan surat bebas PKI,” tandasnya.
Kasandra memaparkan, hingga saat ini LGBT tampaknya memang masih berada di luar persyaratan utama menjadi TNI, terlepas dari unsur diskriminatifnya. Hal ini sama dengan pilot, polisi dan tentara yang tidak boleh buta warna. Soal buta warna bukan diskriminatif, tapi jika pilot, polisi dan tentara tidak bisa membedakan warna maka hal tersebut nantinya akan membuat mereka tidak bisa mandiri dalam bekerja.
Konsistensi pelanggaran hukum asusila memang harusnya ditegakkan dan dilakukan oleh setiap Kepala Staf tiga matra TNI. Tindakan tegas sekaligus juga menunjukan integritas pribadi selaku pemimpin. Terkait tindakan tegas terhadap prajurit yang terpengaruh LGBT telah ditunjukkan oleh KSAL Laksamana TNI Yudo Margono.
“Ancamannya adalah pemecatan dari kedinasan,” kata Yudo saat memberi pembekalan kepada Taruna Taruni Akademi Angkatan Laut (AAL) ke-66
di Indoor Sport Kesatrian Akademi Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (23/6/2021) lalu.
Yudo mengatakan degradasi moral secara nyata memang tengah terjadi di kalangan generasi muda. Apalagi mereka kata dia termasuk kaum yang sangat rentan dengan pengaruh global.
“Gerakan kaum LGBT sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan ideologi negara. Hal ini merupakan ancaman moral yang belakangan harus dihadapi,” kata Yudo.
Selain pelanggaran moral LGBT, ancaman pemecatan kedinasan juga diberikan Yudo bagi prajurit yang mental juangnya tidak sesuai dengan ideologi negara, Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 Wajib TNI, Trisila TNI Angkatan Laut dan Hree Dharma Shanty.
Selain itu menurut Yudo, masuknya paham radikalisme dan ekstrimisme ke kalangan masyarakat saat ini juga cukup mengkhawatirkan terlebih di lingkungan TNI yang merupakan alat negara. “Generasi penerus TNI AL ke depan, tantangan dan beban tugas akan semakin berat, kompleks, dan dinamis,” kata dia.
Oleh karena itu kata Yudo, setiap lulusan AAL mesti memiliki karakter yang kuat dan kemampuan memimpin serta kompetensi sebagai tentara profesional. Kekompakan antara prajurit juga mesti dijaga agar bisa saling mengingatkan satu sama lain.
“Jangan hanya karena jabatan kalian saling menjatuhkan satu sama yang lain. Sulit mencapai sukses tanpa saling membantu. Kalian harus kuat dari sekarang, tantangan jaman kalian jauh lebih berat daripada jaman saya, maka dari itu kalian harus bersama-sama bahu membahu dan saling membantu,” kata dia. (msb/robi)