Saya juga ke Peshawar. Kota yang berdekatan dengan perbatasan Afghanistan. Saya ingin menyeberang ke Kandahar dan Kabul dari Peshawar. Tapi tidak berhasil. Di Peshawar saya banyak bertemu dengan orang-orang Pastun. Baik yang mengungsi mau pun yang sudah turun-temurun di Pakistan.
Di Amerika, terutama di Michigan, saya juga bertemu beberapa orang Pastun. Saya selalu diskusi mengenai Afghanistan dengan mereka. (Tulisan Dahlan Iskan saat bertemu orang Pastun di AS bisa dibaca di sini: Masjid di Depok-nya Dallas.
Saya juga pernah bertemu pejuang Taliban nan Pastun di Tashkent, Uzbekistan.
Mereka tahu, saya menginap di hotel Tashkent. Malam-malam mereka mengetuk pintu. Mereka, tiga orang, memaksa masuk kamar –sambil membisikkan kata-kata rahasia yang saya tidak mengerti.
Ternyata mereka pejuang Taliban. Mereka menginginkan dolar Amerika. Saya bisa tukar uang rubel kepada mereka. “Rate-nya lebih baik,” kata mereka.
Malam itu saya ketakutan. Maka saya beri mereka 200 dolar. Saya menerima satu gebok uang rubel. Banyak sekali. Waktu itu Uzbekistan masih menjadi bagian Uni Soviet yang komunis. Saya tidak bisa menghabiskan uang itu. Tidak banyak barang yang bisa dibeli selama di Tashkent, Moskow maupun di St Petersburg. Segebok rubel itu saya tinggal di kamar hotel –ketika saya pulang ke Indonesia. Hanya sebagian saya bawa pulang untuk kenangan.