Penyidikan kasus penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.2/06/2021 tanggal 24 Juni 2021.
Adapun kasus ini bermula dari pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada sembilan debitur. Yaitu, Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.
Namun pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai laporan sistem informasi manajemen resiko diduga dalam posisi colektibility 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019.
LPEI didalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor tersebut diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik. Sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada 2019 sebesar 23,39%.
“Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. Jumlah kerugian dikarenakan adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN),” kata Leonard.