indoposonline.id – Akhir-akhir ini ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa ada kejadian kendaraan ambulans yang tidak membawa orang sakit tetapi meminta prioritas di jalan sambil menyalakan lampu rotar dan sirene.
Hal ini mendapat perhatian dari Pemerhati Masalah Transportasi, Budiyanto. Ia berujar apabila ambulans yang tidak membawa orang sakit kemudian menggunakan fasilitas pengguna jalan yang memperoleh hak utama, maka hal itu tentunya dipertanyakan.
“Saya berpendapat bahwa kejadian itu merupakan pelanggaran lalu lintas (Pasal 287 ayat 4), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah),” katanya di Jakarta Minggu (8/8/2021).
Budiyanto menambahkan, terus bagaimana kendaraan ambulans yang akan mengangkut/menjemput atau orang sakit atau yang lain. Hal ini dapat dikomunikasikan atau kordinasi dengan pihak Kepolisian untuk meminta pengawalan.
Di dalam Undang-Undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan No 22 tahun 2009 tentang LLJ, pasal 134 telah mengatur pengguna jalan yang memperoleh hak utama.
Ada tujuh kelompok pengguna jalan yang memperoleh hak utama, diantaranya ambulans yang mengangkut orang sakit.
Ambulans yang membawa orang sakit berhak untuk mendapatkan pengawalan dari petugas Kepolisian dan atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan membunyikan sirene serta berhak mendapatkan pengamanan di jalan.
Bahkan Alat pemberi/pengatur isyarat lalu lintas (Apil) dan rambu-rambu lalu lintas tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama itu.
“Jadi tidak usah heran apabila melihat ambulans yang sedang membawa orang sakit kemudian melewati simpang jalan yang ada Apil (Alat pengatur isyarat lalu lintas) -nya, tidak mengikuti aturan tersebut,” ungkapnya.
Misalkan, lanjut dia, lampu menunjukkan nyala warna merah, sehingga pengemudi ambulans yang sedang tugas dapat terus berjalan dengan tetap memperhatikan masalah keamanan dan keselamatan pengguna jalan yang lain.
Dasar hukumnya dari aspek perundang- undangan lalu lintas dan angkutan jalan, mengacu pada pasal 134 huruf g, yang berbunyi konvoi dan / atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian.
Namun hindari pengemudi ambulans yang memberikan alasan yang tidak dibenarkan oleh Undang-Undang. Semisal, alasan akan menjemput orang sakit, padahal tidak benar atau bohong, atau mungkin dengan alasan membawa orang sakit padahal ambulans kosong.
Dia katakan, pengemudi ambulans yang memberikan keterangan tidak benar atau palsu atau bohong kemudian menggunakan fasilitas pengguna jalan yang memperoleh hak utama itu merupakan perbuatan melawan hukum.
“Apabila hal ini terjadi merupakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan serta berpotensi dapat dikenakan pidana umum bila ada yang dirugikan,” tegasnya.
“Jadi mengembalikan fungsi ambulans di jalan secara proporsionalitas merupakan suatu keniscayaan,” tutup Budiyanto. (ibl)