Hasilnya: UU KPK tetap saja direvisi.
Di media saat ini, kata Wijayanto telah terjadi “manipulasi opini publik”. Hasil nyata dari manipulasi opini publik itu salah satunya revisi UU KPK tersebut. Termasuk lewat penciptaan tagar #KPKdanTaliban. Itu untuk menggambarkan citra buatan bahwa di dalam KPK penuh dengan ekstremis.
Opini publik, kata Wijayanto, begitu terpengaruh. Ketika Kompas melakukan jajak pendapat, hasilnya mengejutkan: yang setuju revisi 44,9 persen. Sedang yang mempertahankan UU KPK hanya 39,9 persen.
LP3ES telah melakukan penelitian mendalam soal itu. Termasuk melakukan SNA –sosial network analisis.
Dalam ”organisasi” buzzer, kata Wijayanto, ada yang disebut front liner, koordinator, dan tangan kanan politikus. “Kami sampai mengetahui siapa mereka,” ujar Wijayanto.
Di barisan front liner, katanya, terdiri dari berbagai bidang. Ada yang tugasnya menciptakan meme, grafik, narasi kata-kata, mem-posting, dan memperbanyak. Mereka ini umumnya orang yang direkrut lewat bayaran antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per bulan. Atau ratusan ribu rupiah per minggu.