IPOL.ID – Penangkapan Bupati Probolinggo, Jawa Timur, Puput Tantriana Sari dan suaminya yang merupakan mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin sangat disesalkan. Pasalnya, keduanya ditangkap karena terlibat dugaan jual-beli jabatan kepala desa di lingkungan Kabupaten Probolinggo.
“Sebenarnya kalau kita mau jujur, praktik-praktik seperti ini ada di hampir semua daerah. Terlalu receh kalau KPK mengurusi perkara semacam ini. Lebih baik Polri dan Kejaksaan saja,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah, Selasa (31/8).
Sebagai lembaga yang luar biasa (superpower), KPK harusnya menggunakan wewenangnya untuk mengungkap kasus-kasus korupsi yang sistematis masif dan terstruktur.
“Seperti anggaran-anggaran siluman, mark up anggaran, bahkan praktik-praktik kebijakan moneter yang menguntungkan segelintir pihak,” tutur Akbar.
Ia pun meminta lembaga antirasuah tidak sekadar menjadi hiburan masyarakat semata, terlebih dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tersangka korupsi.
“Ini yang kami katakan showbiz (hiburan) seolah dengan OTT publik merasa terhibur, padahal masalahnya tidak selesai,” singgungnya.
Sementara Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra tak mempersoalkan penangkapan sejumlah tersangka jual-beli jabatan kepala desa oleh KPK. Apalagi, kasus ini diduga melibatkan orang nomor satu di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
“Dalam setahun, kasus jual beli jabatan ini dapat mencapai ratusan triliun, sehingga bisa menjadi kasus kelas kakap,” kata Azmi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/8).
Pakar hukum Universitas Bung Karno ini pun meminta agar pelaku suap jual-beli jabatan kepala desa itu dituntut seberat-beratnya oleh KPK.
“Karena pejabat ini sudah melakukan hal yang bertentangan dengan tujuan diberikan kewenangan tersebut. Karena mereka sudah melalaikan tugas dan kewajiban, maka hukuman bagi pejabat yang jual beli jabatan ini semestinya terapkan hukuman maksimal,” tegas Azmi.
Dalam kasus ini, KPK resmi menetapkan, Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari (PTS) dan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin (HA) sebagai tersangka.
Selain pasangan suami istri itu, lembaga antikorupsi, juga menetapkan dua puluh orang lainnya sebagai tersangka. Mereka yakni, sebagai sebagai penerima, Doddy Kurniawan (DK) Camat Krejengan, Muhamad Ridwan (MR) Camat Paiton termasuk Puput dan Hasan.
Sedangkan sebagai pemberi dari pihak ASN Pemkab Probolinggo yaitu Sumarto (SO), Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho’im (KO), dan Akhmad Saifullah (AS).
Kemudian Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul, Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsuddin (SD).
Wakil Ketua KPK, Alexander Mawarta menyesalkan adanya peristiwa suap jual beli jabatan di lingkungan Kabupaten Probolinggo. Apalagi hal itu dilakukan secara massal.
“KPK menyesalkan terjadinya jual beli jabatan di tingkat desa yang dilakukan secara massal seperti ini. Hal ini sangat mencederai keinginan masyarakat untuk memiliki kepala desa yang amanah dan memikirkan kepentingan rakyatnya,” ujar Alex.
Atas perbuatannya, sebagai pihak pemberi, mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Bupati Probolinggo dan suaminya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(ydh)