PTIPOL.ID – Mediasi tanah milik warga Limo, Depok yang diduga diklaim digelar pertama kalinya di Kantor BPN Kota Depok, Senin (27/9). Namun demikian, mediasi pertama tersebut tanpa dihadiri oleh pihak PT Wisma Emas.
Kepala Seksi Penanganan Sengketa BPN Kota Depok, Lucky mengatakan, tadi sudah dilakukan mediasi dengan para pihak yang telah menyerahkan berkas-berkasnya. Sehingga pihaknya (BPN Kota Depok) bisa tahu, dan mengidentifikasi permasalahannya.
“Alas hukum dari masing-masing para pihak apa, kita bisa tahu dan kelihatannya ada harapan besar bahwa ini bisa diselesaikan melalui jalur mediasi tanpa harus ke pengadilan,” tutur Lucky pada awak media, Senin (27/9).
Sehingga lanjut Lucky, dari mediasi tersebut, BPN Kota Depok meminta waktu untuk mengkajinya lebih lanjut.
“Saya minta waktu satu minggu untuk saya mengkaji lagi, dan para pihak sepakat dan tadi tidak ada perselisihan. Namun, pada mediasi hari ini yang tidak hadir PT Wisma Emas, alasannya karena ada keperluan di luar kota, tapi kita akan coba panggil lagi pihak PT Wisma Emas dalam waktu 1-2 hari, dengan bukti data yang diberikan dari mantan lurah juga ada, kuncinya mungkin ada di beliau, namun keterangan satu orang bukanlah alat bukti makanya pihak BPN Kota Depok perlu ketemu dengan PT Wisma Emas,” ungkapnya.
Dan sejauh ini katanya, pihak BPN bisa meminimalisir, hari ini bisa diidentifikasi dengan jelas bahwa sebelah mana yang bersengketa dari total seluruh luas sertifikat. Jadi mungkin ada jalan tengahnya.
“Nanti kita ambil yang bersengketa saja, yang tidak bersengketa kita keluarkan agar bisa dibayar ganti rugi. Biar para pihak juga mendapatkan Haknya, saya lebih mengedepankan itu, jangan sampai orang cape ribut berperkara, dibayarkan 20 tahun lagi, jadi diminimalisir dulu nih,” tutur Lucky, Kepala Seksi Penanganan Sengketa BPN Kota Depok.
Tahap selanjutnya, sambung Lucky, pihaknya akan membuat kajian lebih dulu, para pihak nantinya akan diundang lagi. “Yang terpenting hari ini kita akomodir, kita mediasi,” ujarnya ditemui usai mediasi.
Kuasa Hukum Warga Suharlin Lilin Harlini, Yakup Saragih mengatakan, tentang mediasi tadi sebatas mendengarkan dulu, tapi belum soal kepada legalitasnya, PT. ACP ini lelang di 2014, dari 2001, 2006 baru jadi sertifikat penetapan Tol hingga ke 2014 itu jauh sekali. “Jadi terlampau dipaksakan sertifikat itu jadi, dan diagunkan ke Bank yang dilikuidasi juga,” katanya terheran.
Yakup menambahkan, artinya sistem likuidasi itu tahu diri. Sosialisasi dulu berjalan bagus, dan terakhir masuk PT ACP seolah-olah yang tidak mau tahu. “Terlebih dana sebanyak Rp 2,3 miliar dibagi 5,5 hektar itu hanya Rp 400 ribu, gak masuk akal, artinya acuan harga pada ketetapan Tol itu tak masuk akal, kan itu sudah ada diterbitkan untuk pengadaan Tol,” ungkap dia.
Yakup menambahkan, persoalannya di sini ada yang dirugikan, belum ada ganti rugi dan terkait penjadwalan mediasi berikutnya akan dilakukan seminggu atau dua minggu lagi, nanti dikabarkan oleh pihak BPN. “Kita menunggu jadwal selanjutnya,” ungkapnya.
Yakup menjelaskan, beberapa kali juga dari pihak pekerja Tol sebelumnya mengecek kelokasi tanah kliennya. Dan kliennya merasa keberatan karena mereka melakukan kegiatan (pengukuran-red) sedangkan di sini masih proses mediasi.
Menurut dia, apa yang dilakukan kliennya berdasar hukum, namun demikian dari Kuasa pihaknya akan memberitahukan dan bersurat secara resmi kepada pihak-pihak berkepentingan seperti kontraktor Tol.
“Supaya pihak Tol memahami posisi klien kami, kita tidak menghambat pembangunan. Hanya melarang sementara karena masih proses mediasi,” ujar Yakup.
“Pelarangan ini juga sifatnya sementara, bukan menghambat, agar prosedurnya lebih jelas, kita dukung program pembangunan pemerintah, karena kan ini pembangunan program Nasional ya, namun pelaksanaan Tol ini harus sesuai regulasi dan ketentuannya, jangan rakyat jadi tumbal, Depok ini terasnya DKI loh, selangkah ke Istana loh,” tegas Yakup.
Sementara, Suharlin Lilin Harlini menuturkan, mengenai proyek pembangun Tol ini, tentu saja dirinya sangat mendukung pemerintah, tapi jika menunggu yang lain, pembangunan Pak Jokowi tidak akan selesai. “Kita mendukung program pemerintah ini loh,” katanya.
Suharlin berharap, mudah-mudahan pertemuan mediasi nanti akan ada titik terang. Karena pihak BPN harus memeriksa berkas-berkas. Dan berkasnya masih dipelajari. “Kalau keseluruhan totalnya ada 8000 meter persegi, yang punya saya, 2.300 meter persegi, saya punya bukti semua, jika dibicarakan baik-baik kenapa tidak, karena proses pengadilan itu kan lama,” ungkapnya usai mediasi.
“Saya katakan dalam mediasi kali ini, saya belum bisa katakan puas, tapi mereka menerima dengan baik, jadi saya belum bisa mengatakan puas,” tegas Lilin.
Lilin mengatakan bahwa masalah berawal dari BPN Kota Depok diduga memaksakan membuat sertifikat untuk PT Wisma Mas. “Sudah jelas tertulis dari mantan lurah yang saat itu menjabat Bapak Marjaya bahwa beliau menyampaikan dengan surat dari kelurahan untuk tidak dibuatkan sertifikat karena tanah tersebut belum selesai pembayarannya dengan warga, bukti suratnya ada asli loh,” keluh perempuan itu.
“Saya tidak mengerti mengapa bisa sampai dikeluarkan sertifikat, ada apa PT. Wisma Mas dengan BPN, saat itu mungkin Wisma Mas butuh uang sehingga sertifikat itu harus dijaminkan di bank, diduga terjadi kong kalikong. Ini sudah jelas bahwa sertifikat tersebut cacat hukum, harusnya BPN jeli dan teliti, saya tidak menghambat pembangunan Tol, yang menghambat BPN nya sendiri mas,” tutup Lilin. (ibl)