Menurut Ridho, PPHN cukup diatur dalam Undang-Undang yang dibuat DPR dan Pemerintah. Jadi tidak perlu masuk ke dalam UUD 1945 ataupun Tap MPR RI.
Dia menilai, PPHN cacat logika karena bertabrakan dengan semangat perjuangan Reformasi 1998 yang telah merenggut nyawa mahasiswa dan penduduk sipil. Menurutnya, menghidupkan PPHN ibarat memutar balik waktu ke zaman pra Reformasi.
“Wacana PPHN tidak relevan dengan posisi Presiden saat ini yang dipilih langsung oleh rakyat dan bukan lagi sebagai mandataris MPR. Bagaimana MPR nanti akan meminta pertanggungjawaban pelaksanaan PPHN oleh Presiden?” tanya Ridho.
Ia menyatakan, jika MPR dikembalikan menjadi sebuah Lembaga Tertinggi Negara, maka hal ini bertentangan dengan semangat Reformasi yang diperjuangkan secara susah payah dan berdarah-darah.
“Semangat Reformasi salah satunya adalah membangun pemerintahan dengan paradigma separation of power dengan semangat checks and balances,” kata Ridho.
Menurut Ridho, Partai Ummat menyadari bahwa arsitektur ketatanegaraan RI yang diatur lewat UUD 1945 dan UU Nomor 17 Tahun 2014 mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak memberikan kekuasaan yang setara kepada DPR dan DPD.