Yusuf menambahkan andai pandemi terkendali, pemulihan ekonomi tidak otomatis segera mengangkat kehidupan masyarakat miskin. Pemulihan ekonomi pasca pandemi memperlihatkan kecenderungan lebih berpihak pada kelompok atas (pola K-shape) sehingga dampak pertumbuhan pada kemiskinan sangat rendah.
“Kita membutukan pemulihan dimana sektor penyerap tenaga kerja besar tumbuh lebih cepat, sehingga manfaat pertumbuhan akan lebih dirasakan kelompok bawah,” papar Yusuf.
Penanggulangan kemiskinan yang semakin progresif di masa pandemi juga membutuhkan perlindungan sosial yang lebih efektif. IDEAS tidak melihat terobosan besar disini, bahkan sebaliknya. Dibutuhkan penguatan perlindungan sosial yang lebih luas selama pandemi belum berakhir.
“Ketika pandemi belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, alokasi anggaran perlindungan sosial (perlinsos) justru semakin menurun. Bila pada 2020 realisasi anggaran PEN Perlinsos mencapai Rp216,6 triliun, maka pada APBN 2021 alokasinya turun menjadi Rp184,5 triliun, dan terkini pada RAPBN 2022 hanya direncanakan Rp153,7 triliun,” ungkap Yusuf.