IPOL.ID – Ketua LSM Laskar Anti Korupsi (LAKI) Rokhman Wahyudi meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Arifin Tasrif agar tegas memerintahkan Dirjen Minerba menjatuhkan sanksi keras kepada PT BEP yakni dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP)nya dan tidak hanya sebatas menolak pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) Tahun 2022.
Hal itu dikatakan Rokhman dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (2/1).
Seperti diketahui, PT BEP melalui Tim Kurator pada tanggal 20 September 2021 telah mengajukan permohonan RKAB Tahun 2022 dan ditolak.
Menurut Rokhman Wahyudi, setidaknya ada lima alasan hukum yang dapat dijadikan pertimbangan pencabutan IUP OP PT BEP.
Pertama, pemegang 90 persen saham PT BEP, HBK, ternyata seorang residivis, yang diduga berulangkali memakai IUP operasi produksi yang diberikan negara sebagai obyek untuk melakukan tindakan pidana penipuan dan pembobolan lembaga perbankan. Hingga kini ia masih meringkuk dalam tahanan Bareskrim Polri.
“Kedua, proses pailit PT BEP terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan/atau surat palsu, sebagaimana pemeriksaan yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim,” ujar Rokhman.
Ketiga, katanya, ER, Direktur PT BEP diduga merupakan Direktur ‘gadungan’, sebagaimana bukti adanya Laporan Polisi No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 atas nama pelapor Eko Juni Anto.
Laporan dalam dugaan pidana membuat dan penggunaan surat kuasa yang diduga isinya palsu, dan/atau memuat keterangan palsu untuk kepentingan, perubahan anggaran dasar PT BEP.
Keempat, ER, Direktur PT BEP yang diduga ‘gadungan’ tersebut menjadi terlapor dalam dugaan perkara penipuan dan penggelapan senilai Rp4,5 milyar, berdasarkan Laporan Polisi di Polda Jawa Timur: LPB/153/II/2020/UM/Jatim, dan sudah naik ke tahap penyidikan.
Kelima, berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STPL/113/XII/2021/SPKT I/Polda Kaltim, tanggal 10 Desember 2021, ER dkk dilaporkan oleh Richard Dengah Pontonuwu atas dugaan pidana pasal 170 KUHP dan/atau pasal 406 KUHP.
Dengan alasan-alasan hukum tersebut, menurut Rokhman Wahyudi, maka IUP OP PT BEP dapat dicabut dan tidak berhak mendapatkan perlindungan pembinaan lagi.
Karena dipastikan bakal membebani negara.
Pemilik IUP OP sudah menyimpang dari azas dan tujuan yang tertera dalam Bab II, Pasal 2 UU No. 4 Tahun 2009, dimana pertambangan batubara harus dikelola dengan berpihak kepada kepentingan bangsa.
“Pada saat diputus pailit atau bangkerap, pada tanggal 14 Desember 2018 oleh Pengadilan Niaga Surabaya, sebetulnya Dinas Minerba Prov Kaltim dapat langsung mencabut IUP OP PT BEP, berdasarkan ketentuan Pasal 119 huruf c UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, tanpa perlu harus melalui Renvoi Prosedur. Pemberian going concern kepada Kurator malah sebagai langkah yang merugikan negara. Sehingga harus dihentikan dengan cara mencabut IUP OP PT BEP, sekaligus guna mencegah dari tindakan penipuan yang dapat merugikan masyarakat dunia usaha,” kata Rokhman.
Menurutnya, berdasarkan analisa fakta diketahui penyebab PT BEP pailit bukan semata-mata hanya lantaran tidak memenuhi persyaratan finansial dan telah terjadi kekeliruan dalam pengelolaan perseroan.
Namun penyebab utamanya adalah karena pemegang 90 persen saham PT BEP, HBK berstatus residivis kasus penipuan, dan pidana perbankan, dengan menjaminkan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nomor: 540/688/IUP-OP/MB-OP/MB-PBAT/III/2020 dari Bupati Kutai Kartanegara IUP yang belum tergali kepada Bank Niaga sebesar Usd 70 juta dollar Amerika Serikat pada tahun 2011.
Meskipun pailit PT BEP sudah diangkat, akan tetapi dalam perspektif hukum pidana serangkaian perbuatan pidana yang dilakukan sebelum terjadi perdamaian berstatus voltooid (sempurna).
“Tidak boleh ada seorangpun yang berkolusi untuk mempertahankan IUP OP PT BEP, dengan memakai alibi pailit PT BEP telah diangkat. Menteri ESDM RI harus mewaspadai adanya indikasi ‘permufakatan jahat’ yang diperkirakan muncul dengan segala macam argumen yang dibangun dan mengada-ngada, yang tujuannya sebenarnya hanya untuk mempertahankan IUP OP PT BEP ” ujarnya.
Sementara itu, ER menyampaikan bahwa terkait dengan proses pailit, semua sudah sesuai dengan prosedur dan koridor hukum yang berlaku, dengan melewati tahapan sebagaimana yg telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga jika dikatakan adanya sumpah atau keterangan palsu, maka kami rasa hal tersebut hanya upaya pihak lain yg tidak puas dengan keputusan pengadilan tersebut, namun tidak mau mengikuti mekanisme yg berlaku.
“Bahwa proses pengangkatan ER sebagai Direktur telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme UU No 40 tahun 2007 sehingga sdra/ Eko terlalu tendensius menyebutkan ER sebagai Dir Gadungan,” kata ER saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (2/1).
“Kalau ada proses hukum apapun, sebagai warga negara yang baik, saya pasti akan menghadiri setiap panggilan pihak kepolisian,” ujar ER lagi.
Sementara terkait laporan di Polda Kaltim, ER mengaku belum mengetahui sama sekali hal itu. “Justru sepengetahuan kami, Sdr Eko Juni Anto saat ini sedang menghadapi proses penyidikan di Polda Kaltim, berkaitan dengan dugaan penggelapan atas saham PT BEP sebanyak 500 lembar yg masih terikat gadai, namun berdasarkan informasi yg kami dengar, Sdr Eko tidak kooperatif dan tidak hadir untuk diperiksa dalam rangka proses penyidikan,” tandas ER.(msb/ydh)