IPOL.ID – Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) diminta belajar dari sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang terjadi di era 2000-an.
Indonesia saat itu kalah di Mahkamah Internasional karena tidak punya satu dokumen penting yang menjadi penentu atas kepemilikan lahan di perbatasan.
“Kita kalah dalam satu jenis arsip yang bernama administration record,” kata Direktur Kearsipan Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Azmi saat menyinggung arsip perbatasan antar negara di Jakarta, Minggu (6/2).
Azmi menyebut proses penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan kala itu sempat melalui beberapa tahapan pengecekan arsip dari masing-masing negara dan pemerintah kolonial pendahulunya.
Pertama, dilakukan pengecekan eksistensi “Sipadan-Ligitan” dalam berbagai peraturan yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan sebagainya.
“Yang kedua, ada treaty record. Ada enggak perjanjian Hindia Belanda dengan local kingdom saat itu? Ada. Tetapi Inggris/Malaysia juga punya,” tuturnya.
Selanjutnya, dilihat catatan batas wilayah atau demarcation record. Baik Indonesia maupun Malaysia, sama-sama memiliki peta yang memasukkan Sipadan-Ligitan ke dalam wilayah mereka.
“Yang tidak kita miliki adalah administration record. Administration record itu adalah arsip tentang mengolah wilayahnya. Nah, Malaysia sudah mengolah (pulau-pulau) itu sejak tahun 40-an, adanya penarikan pajak umum, pembangunan infrastruktur, dan kita tidak punya data itu,” urai Azmi.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda pun baru dua kali menyambangi Pulau Sipadan dan Ligitan, yakni saat mendrop barang logistik dan mengejar bajak laut yang kabur ke wilayah ini. Alhasil, Indonesia kalah di Mahkamah Internasional, sehingga Sipadan-Ligitan jatuh ke tangan Malaysia.
Azmi menegaskan peristiwa ini sepatutnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah Indonesia, khususnya BNPP yang mengelola kawasan perbatasan. “Eksistensi pemerintahan di wilayah perbatasan harus dikelola dengan baik dan arsipnya harus dijaga,” tandasnya.
Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud mengakui, Indonesia pernah kalah di Mahkamah Internasional dalam sengketa Sipadan-Ligitan.
Oleh karena itu, ia memandang perlunya penguatan arsip untuk pulau-pulau lainnya di Indonesia, terutama Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tak berpenghuni.
“Kita punya peran atau kontribusi atau ruang yang sangat besar di situ karena cukup banyak dokumen negara yang berkaitan dengan tugas-tugas BNPP. Naskah perjanjian, kemudian ada peta yang disepakati dengan negara tetangga, dan sebagainya, yang kita peroleh dari pelaksanaan fungsi kita. Ini perlu kita amankan, ini aset negara,” kata Restuardy dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/2).(ydh)