IPOL.ID – Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyesalkan penetapan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Apalagi penetapan tersangka kedua aktivis HAM tersebut berdasarkan laporan dari pejabat pemerintah atau publik.
“Sehubungan dengan penetapan Haris dan Fatia sebagai tersangka, menunjukan kepada kita masih banyak pejabat publik yang belum mengerti dan menghayati hakekat dan konsekuensi kedudukannya sebagai pejabat publik yang dibayar dan diberi fasilitas oleh negara, yang pada hakekatnya juga dibayar oleh rakyat,” ujar Fickar saat dihubungi IPOL.ID, Rabu (23/3).
Padahal, menurut dia, kritik itu bagian konsekuensi dari sebuah jabatan publik yang melekat kepada seorang pejabat agar melakukan tugasnya degan benar dan baik.
“Jadi kritik adalah komponen yang melekat pada jabatan publik,” ujar pakar bergelar doktor tersebut.
Fickar menyebut jabatan publik itu amanah atau kepercayaan yang diberikan oleh rakyat melalui suaranya dalam pemilu presiden. Kepercayaan itu harus dipertanggungjawabkan secara sosiologis kepada rakyat banyak, sehingga menjadi penting kritik sbg bagian dari pertanggung jawaban sosiologis dari jabatan publik.
“Jadi pejabat publik yang menuntut rakyatnya sesungguhnya selain menggambarkan egoisme karena kekuasaannya juga menggambarkan penghianatan kepercayaan dari rakyatnya yang notabebe memberikan kekuasaan dan kewenangannya sebagai pejabat publik,”
Karena itu, Fickar setuju dengan asumsi sebagian pihak bahwa penetapan tersangka kedua aktivis HAM tersebut adalah bagian untuk membungkam kritik.
“Ya, saya setuju penetapan tersangka ini salah satunya sebagai cara membungkam kritik, dengan menggunakan hukum sebagai alatnya,” tandas Fickar.
Seperti diketahui, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Pasalnya, keduanya diduga telah mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritoman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Zulpan memastikan penetapan kedua tersangka tersebut dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup.
“Tentunya penyidik berdasarkan Pasal 184 KUHP, kami bekerja sesuai fakta hukum penetapan tersangka ada ketentuan minimal dua alat bukti,” tegasnya kepada wartawan belum lama ini.(ydh)