IPOL.ID-Tragis nasib tenis meja Indonesia. Sudah 11 tahun terus terlilit tigalisme hingga dualisme kepengurusan yang tidak juga tuntas.
Tidak ada yang mau mengalah dan selalu mengklaim paling sah. Baik itu Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) pimpinan Oegroseno yang diakui Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF) maupun Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI) pimpinan Pieter Layardi yang diakui KONI Pusat.
Dampak dari dualisme itu paling dirasakan atlet tenis meja. Jangankan menembus ajang Olimpiade seperti yang pernah diukir Toni Meringgi (Olimpiade Seoul 1988), Anton Suseno (Olimpiade Bercelona 1992 dan Olimpiade Athlanta 1996 dan Olimpiade Sydney 2000), dan Lingling Agustin (Olimpiade Barcelona 1992), Rossy Syech Abubakar (Olimpiade Barcelona 1992, Atlanta 1996 dan Sydney 2000) dan Ismu Harinto (Olimpiade Sydney 2000), generasi tenis Indonesia tak lagi bisa memperkuat Kontingen Indonesia pada SEA Games Kuala Lumpur, Malaysia 2017 dan SEA Games Manila, Filipina 2019. Yang lebih menyedihkan lagi cabang olahraga tenis meja tidak dipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2022 Papua.