IPOL.ID – Presiden Jokowi baru saja buka suara terkait penundaan pemilu. Kepala Negara menyatakan bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi.
Namun di sisi lain, presiden juga menyatakan bahwa siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, sebab ini alam demokrasi. Bebas berpendapat.
Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi.
Dosen dan Pengamat Politik Universitas Bakrie Muhammad Tri Andika, menilai pernyataan Presiden Jokowi masih bersayap.
Belum secara eksplisit dan tegas menolak wacana penundaan pemilu yang sempat diangkat oleh tiga orang ketua partai.
“Seharusnya, pernyataan Presiden tidak boleh bersayap. Harus tegas berdiri pada konstitusi yang berlaku saat ini,” kata Muhammad Tri Andika, Selasa (8/3).
Menurut Tri Andika, saat ini konstitusi kita mengatur masa jabatan maksimal 2 kali. Karenanya, seharusnya pernyataan Presiden Jokowi sejalan dengan konstitusi itu.
Tidak perlu membuka wacana lain di luar konstitusi, meski atas nama demokrasi.
“Kalau masih seperti ini pernyataannya, kita masih ragu, apakah Presiden mendukung Pemilu 2024 berjalan sesuai konstitusi saat ini atau tidak,” ucap Andika.
Bagi Andika, aktor yang terus mendorong wacana ini adalah politisi yang tidak ingin kehilangan jabatannya.
JIka ada ketua umum partai atau anggota DPR yang juga mendukung, artinya mereka ini tidak siap berkompetisi, minim prestasi. Sehingga tidak percaya diri terpilih lagi dalam pemilu mendatang.
Oleh karena itu, elit-elit partai dan bahkan Presiden Jokowi harus menghentikan pikiran-pikiran liar seperti perpanjangan masa jabatan presiden.
“Tidak ada urgensi apapun untuk menunda pemilu 2024. Kalau wacana ini terus bergulir, akan ada biaya politik dan sosial yang sangat besar yang akan ditanggung bangsa kita,” kata Muhammad Tri Andika, Dosen Ilmu Politik Universitas Bakrie.