IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu orang tersangka terkait kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Paniai, Papua. Seorang tersangka itu berinisial IS, selaku oknum prajurit TNI.
“Kejagung menetapkan satu orang tersangka berinisial IS, seorang oknum TNI,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Jumat (1/4).
IS ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-79/A/JA/12/2021 tanggal 03 Desember 2021 dan Nomor: Print-19/A/Fh.1/02/2022 tanggal 04 Februari 2022 tentang Penyidikan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dalam Peristiwa Paniai di Provinsi Papua Tahun 2014.
Selain itu, Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku Penyidik.
“Adapun Jaksa Agung RI selaku penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,” jelas Sumedana.
Menurutnya, penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Paniai Tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan.
Itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jo Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Adapun peristiwa pelanggaran HAM yang berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de yure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya, serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Hal itu sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
“Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban yakni 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka,” papar Sumedana.
Atas perbuatannya, IS disangka melanggar Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.(ydh)