“Iuran warga saat itu masih tunai, kita mikir kok tidak mencerminkan ibukota yang katanya mau menjadi smart city yang membangun cashless. Kenapa iuran warga begitu sulit. Kalau setiap warga bisa scan barcode dan bayar iuran, pasti akan memudahkan kami untuk membayar kebutuhan masing-masing,” ungkapnya.
Anton menambahkan, metode Quick Response Indonesia Standart (QRIS) yang diboyong Bank BNI mempermudah warga untuk bertransaksi.
“Dengan aplikasi yang disuport oleh berbagai platform permbayaran dan uang digital, warga saya jadi mudah untuk bertransaksi. Mereka makin sadar jika sampah yang dihasilkan ternyata mempunyai nilai rupiah,” ungkapnya.
Dampak positif dari kehadiran sistem itu, kini warga merasa peduli dengan adanya sampah an organik. Terlebih penyetoran ke Bank Sampah sudah dibuatkan jadwal oleh pengurus RW.
“Untuk sampah yang disetor itu an organik. Karena yang organik terkendala bau dan tempat juga. Makanya setiap dua Minggu sekali warga bisa menyetorkan sampahnya kesini. Nah, tentunya ada nilainya juga dari jumlah sampah yang dibuang,” tukasnya.