IPOL.ID – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai abai dalam memberikan perlindungan terhadap anak di Jakarta. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait saat menanggapi maraknya kasus penculikan di Jakarta.
Bahkan, Arist meminta agar predikat kota layak anak yang disematkan kepada Provinsi DKI Jakarta harus dicabut. Menurutnya, DKI Jakarta tidak lagi memenuhi kriteria sebagai kota layak anak. Bukti teranyar masih segar dalam ingatan, kasus penculikan terhadap Malika (6) warga Jakarta Pusat yang dibawa kabur oleh seorang residivis dalam kasus pelecehan seksual.
“Faktanya DKI Jakarta tidak bisa memenuhi kriteria apa yang disebut dengan kota layak anak. Sekali lagi belum memenuhi kriteria,” ujar Arist kepada awak media, Selasa (10/1/2023).
Dia menjelaskan, kasus penculikan Malika ini merupakan salah satu permasalahan yang dapat diatasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan untuk tumbuh kembang anak.
Berdasarkan data terkahir yang dimiliki Komnas PA, ucap Arist, pihaknya mencatat kekerasan terhadap anak di DKI Jakarta terus meningkat dari tahun ke tahun. Belum lagi tak adanya perhatian Pemprov DKI Jakarta membuat anak-anak terpaksa hidup di jalan lalu dimanfaatkan untuk dieksploitasi.
“Secara tegas predikat jakarta sebagai kota ramah anak itu harus dievaluasi, tidak patut disematkan karena faktanya ini bukan like and dislike. Karena perspektifnya, perlindungan anak tidak lagi relevan,” ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, dalam kasus penculikan Malika (6) terkesan tak ada perhatian tegas untuk mencegah kasus penculikan tak kembali terjadi. Tak hanya Malika, Arist mencontohkan masih banyak dijumpai Anak-anak yang terpaksa hidup di rumah rumah bordir, seperti di Jakarta Utara dan apartemen-apartemen yang dijadikan objek eksploitasi pun penanganannya belum signifikan.
“Situasi di Jakarta saat ini sangat mengkhawatirkan bagi anak-anak, apakah itu perdagangan manusia, penculikan, perbudakan seks, anak jalanan itu cukup tinggi di DKI Jakarta. Jadi kalau mau refleksi DKI Jakarta itu tidak layak untuk mendapat predikat layak anak,” ucapnya.
Arist menuturkan sebanyak 21 persen anak-anak di DKI Jakarta masih terlantar dan tidak mendapatkan perhatian dari Pemprov DKI Jakarta. Oleh karena itu wajar apabila banyak dijumpai anak-anak berada disudut-sudut jalanan ibu kota untuk mencari nafkah.
“Anak anak yang terpaksa hidup di jalanan, baik apakah dia dari pemulung , dari peminta minta atau pengamen, sampai hari ini juga belum berhenti,” tuturnya. (Peri)