IPOL.ID-Indonesia perlu memperkuat halal value chain dalam rangka mewujudkan cita-cita menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Saat ini, secara perlahan namun pasti Indonesia semakin menguat sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah dan industri halal dunia.
Demikian dikatakan Direktur LPPI, Mulya E Siregar saat membuka virtual seminar LPPI yang ke-73 dengan topik Inovasi Keuangan Syariah Dalam Rangka Penguatan Alat Value Change di Jakarta, Kamis (14/4/2022).
Berdasarkan Islamic Finance Country Index (IFCI) pada Global Islamic Finance Report 2021, posisi
Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, berdasarkan report tersebut, Indonesia masih berada di peringkat 10 besar dunia, kemudian kian menanjak menjadi peringkat kelima pada 2019 dan pada 2020 menjadi peringkat keempat.
“Ini menarik sekali. Dan kalau kita lihat memang Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen halal dunia.Hal ini dibuktikan dengan semakin aktif Indonesia mengikuti pameran halal di berbagai negara dan menjalin kerja sama dengan negara-negara muslim di dunia,” jelas Mulya.
Menurutnya, sektor industri produk halal terus memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional selama pandemi Covid-19. Potensi industri halal tersebut diimbangi dengan potensi industri keuangan syariah nasional yang tak kalah besar.
Merujuk laporan Islamic Finance Development Indicator (IDI) di 2020 Indonesia masuk ke 5 besar dunia dari 135 negara berdasarkan nilai asetnya. Yaitu berada pada 3 miliar dollar AS, di bawah Arab Saudi yang mempunyai 17 miliar dollar AS dan Iran 14 miliar dolar AS, Malaysia 10 miliar dolar AS dan Uni Emirat Arab 3 miliar dolar AS.
Mulya menegqaskan, dengan mayoritas penduduk muslim, dan jumlah SDM yang banyak seharusnya menjadikan Indonesia sebagai pusat perkembangan ekonomi syariah di dunia.
Indonesia juga dapat meningkatkan ekspor barang halal ke negara-negara muslim. Selain itu, banyak juga negara non muslim mulai mengadopsi halal lifestyle sehingga menjadi menjadi peluang besar bagi Indonesia.
“Kerja sama Indonesia dengan negara negara muslim dapat meningkatkan nilai ekspor produk halal seperti produk makanan, kosmetik dan obat obatan. Tentunya ini tidak terlepas dari peran produsen produk halal Indonesia. Sinergi kolaborasi dan kemitraan antara pelaku usaha besar dan pelaku usaha mikro dan kecil serta ultra mikro harus diperkuat guna mengembangkan halal value chain agar tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud,” jelas Mulya.
Oleh karena itu, salah satu strategi dalam upaya pencapaian visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia adalah penguatan rantai nilai halal atau halal value chain. Penguatan hal ini salah satunya adalah dengan dukungan ekonomi keuangan syariah. Dalam hal ini lembaga lembaga keuangan syariah melalui inovasi.
“Inovasi keuangan syariah ini sangat berpengaruh kepada penguatan halal value chain. Sementara inovasi ini sangat tergantung juga kemampuan daripada lembaga-lembaga keuangan syariah untuk melakukan inovasi,” katanya.
Namun demikian, inovasi ini juga sangat tergantung daripada regulator. OJK pada akhir tahun 2021 telah mengeluarkan ketentuan melalui POJK 12 dan POJK 13 yang intinya adalah beralihnya regulatory approach dari rule-based approach menjadi principle-based approach.
“OJK tidak lagi mengatur secara rigid, tapi diberikan kebebasan bagi bank ataupun lembaga keuangan untuk melakukan inovasi dalam rangka mengejar pertumbuhan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat. Regulasi ini sudah sangat mendukung sehingga memungkinkan bagi bank bank untuk melakukan inovasi dengan cepat juga,” jelasnya.
Mengingat regulasi telah mendukung, menurut Mulya saat ini tinggal kedewasaaan dari pada lembaga keuangan syariah untuk dapat melakukan inovasi. Tidak lain adalah kemampuan menghasilkan suatu produk ataupun aktivitas baru yang memenuhi kebutuhan masyarakat atau yang dikenal dengan user experience atau consumer experience.
“Nah, inilah barangkali kemampuan melakukan inovasi ini harus diimbangi dengan kemampuan melakukan mitigasi resiko yang tiada lain adalah kemampuan melakukan manajemen risiko yang canggih,” pungkas Mulya.
Sementara itu, Nyimas Rahma, Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, mengakui inovasi keuangan syariah dalam rangka penguatan halal value chain memang sangat lebih berat. Data dari Global Islamic Economy Report, pengeluaran konsumen muslim untuk makanan dan minuman halal, farmasi dan kosmetik halal, pariwisata ramah muslim dan gaya hidup halal sampai dengan akhir tahun 2020 tercatat 2 triliun dolar AS. Sementara di Indonesia sendiri, konsumsi produk halal pada tahun 2020 mencapai 146,7 triliun dollar AS.
Namun Nyimas menilai kenaikan peringkat Indonesia dari tahun ke tahun dalam industri halal merupakan potensi yang sangat besar. Mengingat industri keuangan syariah dan industri halal merupakan satu kesatuan dalam ekosistem ekonomi syariah, maka pertumbuhan industri halal seharusnya sejalan dengan pertumbuhan industri keuangan syariah.
“Kedua industri tersebut harus saling berkolaborasi bersinergi dalam rangka ekosistem ekonomi syariah. Oleh karena itu, kami menyambut baik virtual seminar LPPI sebagai wadah untuk dapat berdiskusi, bertukar pikiran serta informasi dengan tujuan yang sama yaitu bersama sama dalam optimalisasi sinergi antara industri keuangan syariah dan industri halal,” tegas Nyimas dalam virsem LPPI itu.
Nyimas menyebutkan, dari catatan OJK, total aset keuangan syariah nasional posisi Desember 2020 telah mencapai lebih dari 2000 triliun rupiah. Dan di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi, keuangan syariah Indonesia dapat terus tumbuh positif. Pada tahun 2021, keuangan syariah mencatat pertumbuhan yang menggembirakan dengan pertumbuhan aset di kisaran 13,85% year on year.
“Di samping itu dapat kita lihat bahwa market share keuangan syariah itu konsisten mengalami peningkatan dan telah berada di angka 10,16% dari total keuangan nasional. Perkembangan ini tentu saja diharapkan dapat mendukung perkembangan industri halal di Indonesia yang sedang kita gaungkan,” turur Nyimas.
Dia menambahkan, industri halal juga menunjukkan ketahanannya di masa pandemi. Ini terlihat dari indikator pengeluaran penduduk muslim untuk ekonomilebih baik dibandingkan dengan pengeluaran global.
Sebagai contoh sektor halal food dan modest fashion tetap positif pada 2020 di saat pengeluaran global untuk sektoe tersebut menunjukkan angka yang negatif. Sementara itu, pada produk kosmetik penurunan pengeluaran muslim tercatat lebih rendah dibandingkan dengan penularan global.
“Ini berkat dukungan lembaga keuangan syariah yang memiliki kepercayaan yang tinggi akan potensi industri halal. Kepercayaan yang tinggi tersebut ditandai dengan potensi pendapatan dari industri halal yang mencapai lebih dari 75% secara toral. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat potensi yang besar dari industri halal untuk dioptimalkan oleh sektor keuangan syariah,” imbuhnya dalam virsem LPPI itu.
Sementara dalam merumuskan arah kebijakan yang tepat bagi keuangan syariah untuk melayani industri halal, OJK telah menyusun masterplan sektor jasa keuangan Indonesia 2021-2025.
Master plan ini merupakan kerangka dasar arah strategis pengembangan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif untuk menciptakan industri keuangan yang stabil, kontributif dan inklusif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dia menjelakan, Masterplan Ekonomi 2021 2025 diarahkan untuk memulihkan perekonomian nasional serta meningkatkan ketahanan dan daya saing jasa keuangan melalui inovasi dan digitalisasi serta mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun.
“Salah satu arah kebijakan pada masterplan untuk jasa keuangan syariah dituangkan dalam rangka pengembangan ekosistem jasa keuangan atau pilar yang kedua yaitu membangun integrasi sistem jasa keuangan untuk meningkatkan nilai tambah keuangan syariah dalam pengembangan industri halal dan ekosistem ekonomi syariah,” jelasnya.
Nyimas juga mengungkapkan bahwa pengembangan industri keuangan syariah Indonesia berfokus pada 3 hal pokok, yaitu penguatan lembaga keuangan syariah, penciptaan dinan keuangan syariah yang berkelanjutan, dan terbentuknya ekosistem keuangan syariah yang terintegrasi dengan industri halal.
“Kami berharap industri keuangan syariah dapat segera aktif dalam meningkatkan produk dan layanannya agar memiliki daya saing tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. OJK akan senantiasa mendukung sinergi industri keuangan syariah dengan industri halal melalui berbagai kebijakan,” pungkas Nyimas.