IPOL.ID – Hari ini tepat hampir seperempat abad Tragedi 12 Mei 1998 mewarnai kehidupan berdemokrasi Indonesia. Meski sudah lama terjadi, para aktivis 98 mengaku tragedi itu terasa baru kemarin terjadi.
Peluh keringat bercampur air mata dan bekas darah serta perihnya gas air mata bercampur aduk di Kampus Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.
“Teriakan, tangisan suara peluru berdesing dan kepanikan teman-teman mahasiswa kala itu setelah maghrib, kita terkepung di kampus,” tutur Eric Asmansyah, advokat yang merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti saat acara halal bilhalal yang mengangkat tema ‘ngopih-ngopih aja doeloe’ di Coffee Bakery Mal Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Pada acara ngopi santai tersebut, hadir Wanda Hamidah, Alex Yahya Datuk, Bona dan M Andree Tjakraningrat yang tergabung dalam Kelompok Studi Trisakti (KST). Mereka menceritakan pengalamannya, evaluasi terhadap enam agenda reformasi, dan harapan Indonesia di masa depan.
“Terima kasih kepada pemerintah yang telah mengapresiasi berupa pemberian rumah beserta isinya kepada keluarga korban tragedi 12 Mei 1998, namun Kelompok Studi Trisakti tetap menuntut pemerintah agar memberikan gelar pahlawan reformasi untuk korban tragedi 12 Mei 1998,” kata Eric Armansyah yang juga merupakan Ketua Umum Kelompok Studi Trisakti (KST).