IPOL.ID – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia membocorkan rencana peluncuran pita frekuensi rendah 700MHz untuk layanan 5G di sela ajang The 8th Asia Pacific Spectrum Management Conference yang baru-baru ini digelar di Bangkok, Thailand.
Lebih dari 630 peserta mewakili 84 negara turut ambil bagian, baik secara langsung maupun secara virtual, dalam konferensi yang dipandu bersama oleh Forum Global dan Thailand NBTC, didukung oleh ITU dan APT.
Dalam paparannya, Denny Setiawan, Direktur Penataan Sumber Daya Kominfo menyatakan, sebagai tindak lanjut dari peluncuran layanan komersial 5G tahun lalu, pemerintah berharap dapat meluncurkan pita frekuensi rendah 700MHz untuk penyelenggaraan layanan 5G pada akhir tahun 2022 atau awal tahun 2023.
Menurut Denny, saat ini pemerintah juga tengah melakukan proses refarming dan reassignment untuk 5G pada pita frekuensi sedang 3,5GHz, yang direncanakan akan diluncurkan pada 2023. Sementara penggunaan pita frekuensi 6GHz dan 4,9GHz untuk IMT 5G baru akan diputuskan setelah WRC-23.
Selain pembicara dari Indonesia, konferensi regional ini juga menghadirkan pembicara dari sektor regulasi di negara-negara China, Kamboja, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam.
Perwakilan dari operator layanan terkemuka seperti China Mobile dan Axiata, vendor telekomunikasi terkemuka seperti Huawei, dan organisasi industri internasional termasuk GSMA. Konferensi ini dibuka secara resmi oleh Mario Maniewicz, Director of Radio Communications Bureau ITU dan Masanori Kondo, Secretary General APT.
Terpisah, Chief Technology Officer Huawei Indonesia Alex Ying mengatakan, konektivitas digital inklusif amat penting dalam upaya mewujudkan lingkungan yang lebih baik melalui kolaborasi teknologi inovatif. Sebagai syarat kunci konektivitas seluler, spektrum merupakan sumber daya yang sangat langka dan luar biasa penting.
Spektrum IMT terharmonisasi global, antara lain 700MHz, 3,5GHz, dan 6GHz berlisensi, akan menjadi penentu utama dalam perjalanan inovasi dan inklusi digital masa depan.
“Saat ini di Indonesia ada lebih dari 370 juta koneksi seluler, dan penetrasi ponsel pintar telah melampaui 90%. Meningkatnya konektivitas pita lebar seluler telah berdampak pada persyaratan yang berlaku atas spektrum,” ujar Alex.
Dengan dukungan kebijakan spektrum yang kondusif di Indonesia, Huawei mendukung operator melalui teknologi inovatif, termasuk massive MIMO, CloudAIR dynamic spectrum sharing, dan RuralStar. Semua ini akan mendorong potensi nilai yang dapat diciptakan oleh spektrum pada masyarakat dan ekonomi.
Spektrum merupakan sumber daya mendasar dalam pengembangan industri komunikasi seluler, serta elemen inti untuk 5G dan 5G Advanced. Untuk itu, perlu dilakukan perencanaan yang harmonis dan jelas dalam menyusun peta jalan dan standar spektrum.
Dalam konferensi tersebut, pembicara dari kalangan regulator di Kamboja mengatakan bahwa pengembangan layanan 5G sepenuhnya menjadi salah satu faktor kunci untuk mewujudkan Digital Cambodia. Selain 3.5GHz, Kamboja juga tengah menimbang frekuensi 6GHz untuk IMT melalui studi ITU-R.
Oleh karena itu, regulator di negara tersebut menyarankan negara-negara Asia Pasifik untuk menyisihkan pita 6GHz bagian atas untuk IMT sebelum WRC-23, dalam rangka mencapai harmonisasi spektrum dan ekosistem.