IPOL.ID – Penempatan Yellow Box Junction (YBJ) di persimpangan di jalan-jalan kota besar termasuk Jakarta, belakangan banyak terjadi pelanggaran oleh pengguna kendaraan bermotor. Sehingga YBJ dirasakan kurang efektif.
YBJ itu sendiri dibuat tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di salah satu lajur atau persimpangan. Sehingga dengan keberadaan marka kotak warna kuning berbentuk bujur sangkar dapat berfungsi sebagai area steril dari kendaraan.
YBJ dapat digunakan sebagai salah satu sarana yang efektif untuk mengurai kemacetan pada saat persimpangan dan jalan-jalan utama disekitarnya mengalami kepadatan.
“Namun apa yang terjadi bahwa masih sering kita dapatkan kendaraan berhenti pada area kotak kuning/YBJ tersebut,” kata Budiyanto, Pengamat juga Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum dikonfirmasi ipol.id, Senin (13/6).
Kenapa hal tersebut terjadi? Menurutnya, banyak ragam yang melatar belakangi mengapa hal tersebut terjadi :
1. Pengguna jalan masih banyak yang belum paham tentang fungsi Yellow Box Junction.
2. Sosialisasi yang relatif masih kurang.
3. Pemberian sanksi atas pelanggaran tersebut relatif masih kurang bahkan terkesan adanya pembiaran.
4. Kepedulian dan rasa abai.
Adanya beberapa fenomena tersebut, berakibat pada tidak berfungsinya Yellow Box Junction secara maksimal, terutama pada saat simpang mengalami kepadatan.
“Fungsi YBJ yang seharusnya dapat digunakan sebagai area kendali untuk mencairkan masalah kemacetan di sekitar persimpangan sering mengalami kendala, hambatan,” ujarnya.
Disamping mengingatkan kembali kepada pengguna jalan ketika akan melewati persimpangan yang terpasang Yellow Box Junction untuk betul-betul memahami fungsi marka tersebut. “Pada saat persimpangan mengalami kepadatan/macet dan sebagainya, fungsi YBJ harus diprioritaskan”.
Diutarakannya, pada saat rambu-rambu menyala warna hijau, para pengguna jalan yang belum memasuki area YBJ harus berhenti sesaat. Jika di dalam area kotak kuning masih ada kendaraan lain. Kendaraan lain bisa maju setelah kendaraan yang berada di YBJ keluar.
Karena pada prinsipnya kendaraan tidak boleh berhenti di YBJ. Baik yang ada areanya maupun tidak untuk menghindari terjadinya kemacetan, di YBJ sangat berguna di kawasan persimpangan padat dan juga di jalan utama.
Bagi yang memaksakan memasuki di YBJ, sementara di dalam kotak kuning tersebut masih ada kendaraan lain maka kendaraan itu melakukan pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam Pasal 287 (1) juncto Pasal 106 (4) huruf a dan b, di pidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus rupiah).
“Pemberian pemahaman kepada seluruh komponen masyarakat tentang fungsi marka YBJ merupakan suatu keniscyaan. Apalagi masalah-masalah kemacetan di kota-kota besar termasuk Jakarta tidak bisa dihindari,” tukasnya.
Menurutnya, sosialisasi terhadap fungsi marka tersebut harus digencarkan. Sehingga pada saat dihadapkan pada kemacetan pada simpang-simpang yang terpasang marka kotak kuning, mereka sudah paham apa yang harus dilakukan.
Sehingga YBJ sebagai salah satu perlengkapan jalan dapat digunakan sebagai marka kendali untuk mengurai kemacetan di simpang-simpang dan jalan utama yang bersinggungan atau berdekatan dengan YBJ tersebut.
“Pembiaran terhadap permasalahan ini saya kira kurang mendidik atau kurang mengedukasi, ini menjadi tanggung jawab bersama, lebih khusus bagi para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab di bidangnya untuk melakukan langkah-langkah nyata, sehingga tidak ada kesan pelanggaran terhadap marka YBJ yang terkesan diabaikan atau dibiarkan,” tutupnya. (ibl)