IPOL.ID – Insiden kecelakaan tertemper antara Odong-Odong dengan Kereta Api di perlintasan KA sebidang tanpa palang pintu di Serang, Banten, Selasa (26/7) jam 11.00 WIB yang mengakibatkan sembilan orang tewas, seorang kritis dan beberapa korban lainnya luka-luka. Terkait kasus tersebut, penertiban Odong-Odong harus dilakukan.
Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, Budiyanto mengutarakan, dari beberapa sisi yang dapat digunakan sebagai salah satu masukan atau referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk saling menyadarkan. Kemudian merubah cara berpikir bahwa disiplin dan taat hukum sebagai syarat mutlak mengurangi resiko kecelakaan.
“Saat kita sedang beraktivitas di jalan atau menggunakan sarana transportasi yang memiliki standar pelayanan minimal dari aspek keamanan, kenyamanan, keselamatan, keterjangkauan, dan sebagainya,” kata Budiyanto dikonfirmasi ipol.id, Kamis (28/7).
Fenomena kendaraan Odong-Odong, lanjutnya, digunakan untuk sarana transportasi mengangkut orang dengan dipungut bayaran bagaimana dari aspek keamanan dan keselamatan.
Hasil pengamatan, sambungnya, secara empiris beragam kendaraan Odong-Odong yang menggunakan sepeda motor dan mobil tua yang dirangkai dengan kereta gandengan dan kereta tempelan yang sudah dipastikan tidak melalui proses uji type maupun berkala.
Menurutnya, ada proses modifikasi yang menyalahi aturan. Padahal dalam Undang-Undang jelas bahwa motor kereta gandengan atau tempelan dan motor hasil modifikasi yang mengakibatkan perubahan type wajib dilakukan uji type ulang dan registrasi ulang.
Sebagai bukti kendaraan sudah melalui proses uji type akan mendapatkan Sertifikat Uji Type (SUT). Kemudian sebagai bukti motor telah diregistrasi akan memperoleh STNK, TNKB, BPKB dan seterusnya.
“Odong-Odong yang kita dapatkan hanya dilengkapi dengan STNK motor atau STNK mobil yang masa berlakunya sudah habis. Dugaan saya banyak pelanggaran yang dapat kita dapatkan dengan mudah,” tuturnya.
Budiyanto menyebut, pertama pelanggaran seperti STNK dan TNKB yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kedua, rangkaian kereta gandengan dan tempelan tidak aman dan tidak safety. Ketiga, tidak sesuai rancangan tehnis sesuai peruntukannya.
“Keempat, beban mesin tidak sesuai peruntukannya sehingga berdampak pada ketidak sesuaian mesin penggerak terhadap berat kendaraan”.
Kelima, tidak ada fitur-fitur yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman serta keselamatan bagi penumpangnya. “Beberapa dugaan pelanggaran itu secara otomatis memberikan ruang adanya kerawanan yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalu lintas,” tandasnya.
Dengan adanya kejadian kecelakaan tertemper Odong-Odong di perlintasan sebidang tanpa palang pintu di Serang, Banten sebagai momentum untuk menertibkan Odong-Odong dengan tegas dan konsisten.
“Ini untuk mencegah kejadian berulang, selama ini operasionalisasi Odong-Odong mengalami pasang surut, saat aparat gencar menertibkan mereka tiarap namun begitu petugas lengah mereka leluasa beroperasi,” tutup dia. (ibl)