“Hal ini sangat penting karena, memastikan bahwa pemekaran atau tiga provinsi baru ini benar-benar ditujukan untuk mengangkat harkat martabat masyarakat, Orang Asli Papua, dan seluruh bangsa kita yang hidup dan berdiam di wilayah tanah Papua,” katanya.
Peneliti Pusat BRIN, Siti Zuhro menyampaikan, pemekaran Papua sangat dimungkinkan terutama di level provinsi. Meski begitu, pemekaran masih menimbulkan polemik dan kontroversi di Papua.
Dia menilai, resistensi itu disebabkan karena adanya kekhawatiran masyarakat Papua yang takut dimarjinalisasi dan teralienasi di tanah sendiri.
“Ini sebagai salah satu tantangan yang memang harus direspons. Jadi kita tidak boleh pura-pura, seolah-olah tidak ada apa-apa. Ini jelas ada letupan-letupan, resistensi itu tadi yang ini harus diberikan opsi solusinya,” tuturnya.
Dia menambahkan, pemerintah pusat memberikan otoritas pada wilayah (termasuk DOB Papua) karena alasan-alasan tertentu, seperti alasan politis, alasan administratif, alasan ekonomi, hingga pertahanan keamanan. Saat pemerintah di tingkat nasional menginstruksikan pemekaran dengan alasan yang spesifik, akan dianggap masyarakat ‘maton’ atau masuk akal. Termasuk memberi jaminan pada rakyat Papua agar mereka tidak tercerabut dari nilai-nilai lokalnya.