IPOL.ID – Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten akan memanggil 864 debitur Bank Banten. Pemanggilan tersebut terkait penyelesaian kredit macet Bank Banten sebesar Rp364 miliar lebih.
Hanya saja, JPN masih menunggu Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Direktur Utama Bank Banten yang rencananya akan diberikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten pada Selasa (6/9) mendatang.
“Surat Kuasa Khusus (SKK) itu akan diberikan secara bertahap pada Selasa (6/9) mendatang,” ungkap Kajati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Sabtu (3/9).
Setelah menerima SKK, lanjut dia, Tim JPN pada Kejati Banten dapat melakukan pemanggilan para debitur untuk menyelesaikan kredit macet, dengan terlebih dahulu secara non litigasi (tanpa proses persidangan).
“Hasil wawancara serta data atau dokumen yang diperoleh dari hasil pemanggilan (undangan) para debitur tersebut akan dikoordinasikan dengan Bank Banten untuk strategi penyelesaian kredit macet dimaksud,” jelas mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung tersebut.
Leo berharap, para debitur yang memiliki kredit macet agar hadir pada waktunya nanti sesuai jadwal pemanggilan JPN.
“Kiranya (debitur) segera beriktikad baik melunasi kreditnya untuk kepentingan restrukturisasi dan penguatan Bank Banten,” harap Leo.
Sebelumnya, Rabu (31/8), Kejati Banten dan Bank Banten telah menggelar rapat bersama untuk membahas penyelesaian kredit macet dari 862 debitur sebesar Rp364 miliar lebih. Dari hasil pertemuan tersebut telah disepakati bahwa pada hari Selasa (6/9), Bank Banten akan memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) secara bertahap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Banten.
Adapun rapat bersama tersebut merupakan tindak lanjut atas Surat Permohonan Bantuan dan Pendampingan Hukum tertanggal 09 Agustus 2022 yang ditandatangani Agus Syabarrudin selaku Direktur Utama Bank Banten kepada Kajati Banten.
Pada pokoknya, Bank Banten mengajukan permohonan Bantuan dan Pendampingan Hukum dari Kejati Banten dalam hal perbaikan, penyelamatan dan penyelesaian portofolio aset kredit berkualitas rendah.(Yudha Krastawan)