Sehingga, sambung dia, early warning system, deteksi dini terhadap persoalan-persoalan intoleransi, pendirian rumah ibadah, sejak awal sudah didapat datanya yang akurat.
“Jika setiap kita, para pengambil kebijakan dari level terendah sampai yang tertinggi memiliki kemampuan melakukan deteksi dini, mendeteksi gejala-gejala konflik, maka kita akan bisa melakukan mitigasi dengan cepat. Dan pelatihan ini sangat penting karena kita akan mempelajari cara-cara itu,” tambahnya.
Dikatakan Suyitno, religiosity index sudah dimulai sejak tahun lalu. Namun, data yang terkumpul masih kurang akurat. Sebab belum dilakukan pelatihan terlebih dahulu.
“Kita tidak boleh mengisi data dengan asumsi atau perkiraan, karena hasilnya pasti tidak akurat. Tapi dengan pelatihan yang dilakukan secara akademik sekarang ini, kita akan mendapatkan data riligiosity index yang akurat, akademik, dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya lagi.
Training Master ini diikuti 130 peserta, terdiri dari para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Rektor/Kepala Perguruan Tinggi Keagamaan, dan para Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dari 34 provinsi. Giat ini berlangsung lima hari, 15 – 19 November. (ahmad)