“Kami mencari keadilan, biar ada yang tanggung jawab atas kematian anak-anak Indonesia yang penyakitnya sama kayak anak saya,” kata Ripai.
Ripai menuturkan anaknya pertama kali jatuh sakit pada 1 September. Sang anak lalu dibawa ke klinik di daerah Tanjung Priok, untuk mendapat pengobatan.
Anaknya itu lalu diberikan obat paracetamol dalam bentuk sirop. Beberapa hari kemudian, anaknya justru sakit perut hebat dan mual-mual.
Anaknya itu lalu dirujuk ke Rumah Sakit Pekerja, Cilincing, Jakarta Utara. Di sana, anak Ripai dinyatakan mengalami penurunan fungsi ginjal.
“Tiga hari konsumsi obat dari dokter anak saya sakit perut, nyeri, muntah-muntah. Padahal sebelumnya cuma sakit infeksi celulitis,” katanya.
“Berobat pertama tanggal 1 September, kemudian tanggal 17 dinyatakan meninggal dunia. Anak saya itu yang pertama meninggal di ruang PICU,” tambahnya.
Ripai mengatakan, seminggu setelah anaknya meninggal, barulah dilakukan penelitian dan ditemukan ada cemaran EG dan DEG. (Far)