Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Sejak awal, proyek kereta cepat Jakarta Bandung, atau sebut saja Kereta Cepat China, sudah menuai banyak masalah. Pada awalnya, biaya proyek kereta cepat China dibuat lebih murah dari pesaingnya, Jepang, sehingga terpilih sebagai pemenang proyek.
Jepang menawarkan biaya proyek kereta cepat USD6,2 miliar. Sedangkan China pada awalnya menawarkan USD5,57 miliar, yang kemudian membengkak menjadi USD5,98 miliar, dan membengkak lagi menjadi USD6,07 miliar. Entah mengapa, Indonesia menerima semua ini.
Pertanyaannya, apakah penawaran awal USD5,57 miliar hanya sebagai upaya memenangi proyek, tetapi harga yang sebenarnya adalah USD6,07 miliar? Kalau memang seperti itu maka penawaran dari China dapat dianggap sebagai manipulasi atau kecurangan proyek?
Selain itu, di lihat dari sisi pembiayaan, penawaran Jepang sebenarnya jauh lebih menarik. Jepang menawarkan suku bunga pembiayaan (pinjaman) yang sangat murah, hanya 0,1 persen per tahun, jauh lebih murah dari suku bunga pinjaman yang ditawarkan China, yaitu 2 persen per tahun, atau 20 kali lipat lebih mahal dari pinjaman Jepang.