Tentu saja, lanjutnya, pembaharuan hukum pidana tersebut sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofi dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
“Maka pembaruan hukum pidana harus ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach),” tuturnya.
Senada dengan Krisantus, Ismail Cawidu, akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menegaskan, saat ini, dalam penegakan hukum pidana di Indonesia masih menggunakan KUHP yang berasal dari Wetboek van Strafrecht atau peninggalan Belanda tahun 1946.
“Hal ini berakibat pada banyaknya jenis perbuatan pidana yang belum diatur dalam KUHP saat ini. Sehingga KUHP lama sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini yang sangat dinamis akibat perubahan sosial, teknologi informasi namun masih melesatarikan adat ketimuran,” tuturnya.
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut menilai, KUHP baru disusun dengan mendasarkan pemikiran pada aliran Klasik, yang menjaga keseimbangan antara faktor objektif (faktor lahiriyah) dan faktor subjektif (pendekatan bathiniyah).