“KUHP baru ini tidak lagi membedakan antara tindak pidana kejahatan dan pelanggaran dan mengakomodir hukum-hukum yang masih hidup dan berlaku di tengah masyarakat. Ini jauh lebih maju dibandingkan KUHP lama dan masih berlaku saat ini,” paparnya.
Berbeda dengan dua pembicara, Algooth Putranto akademisi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta, menegaskan tiga tahun ke depan menjadi ajang pertaruhan bangsa Indonesia antara pihak yang setuju maupun yang tidak setuju dengan KUHP baru.
“Sejak disahkan DPR pada 6 Desember, pertarungan dialektika tentang KUHP baru sudah bukan lagi di jalanan atau di ruang akademis. Pertarungan sudah bergeser ke Mahkamah Konstitusi, dalam hal ini para penentang harus mempersiapkan diri dengan baik dan Pemerintah harus berbesar hati dengan perdebatan ini,” tuturnya.
Pengajar Ilmu Komunikasi yang menekuni pertarungan dialektika ruang publik tersebut menegaskan, pemerintah harusnya mengurangi upaya menguasai ruang public (public sphere) secara tidak sehat dengan menggunakan buzzer. seperti halnya ketika menghadapi aksi demonstrasi para penentang KUHP di tahun 2019.