IPOL.ID – Pulau Widi di Halmahera, Maluku Utara lagi hangat diperbincangkan. Pasalnya santer beredar kabar pulau ini dijajakan untuk dijual. Tak hanya Pulau Widi. Ternyata yang dijual masih ada sekitar 100 pulau lagi di sekitar daerah yang sama. Dilansir situs resmi Kabupaten Halmahera, Pulau Widi sendiri terletak di Desa Gane Luar, Kecamatan Gane Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Indonesia.
Pihak yang akan menjual ratusan pulau itu adalah PT Leadership Islands Indonesia (PT LII). Sebagai informasi, PT LII merupakan perusahaan yang diketahui memiliki hak untuk mengelola pulau-pulau di Kepulauan Widi yang akan dijual melalui lelang. Lantas, benarkah 100 pulau di Kepulauan Widi bakal dijual?
Terkait ini Direktur Jenderal Tata Ruang, Gabriel Tribawa mengungkapkan, ditinjau dari aspek Rencana Tata Ruang (RTR), baik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Utara maupun RTRW Kabupaten Halmahera Selatan, Pulau Widi diperuntukkan sebagai Kawasan Hutan Lindung.
“Pulau Widi termasuk Kawasan Hutan Lindung. Oleh karena itu, tidak terdapat rencana pemanfaatan ruang selain hutan lindung tersebut” ungkap Gabriel Triwibawa baru-baru ini.
Tak hanya Gabriel, bahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga ikut angkat bicara soal kabar lelang Kepulauan Widi. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf menegaskan, Kepulauan Widi adalah milik Indonesia yang dilindungi peraturan perundang-undangan.
“Berdasarkan peraturan perundang-undangan, gugusan Kepulauan Widi tidak boleh dimiliki orang asing dan tidak boleh diperjualbelikan,” tegas Victor dalam keteranganya di tempat terpisah.
Victor menambahkan, badan hukum asing yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB). Hal tersebut juga berlaku bagi PT Leadership Islands Indonesia (LII) yang merupakan pengembang Kepulauan Widi di Maluku Utara.
“Prinsipnya hanya pemanfaatan saja dan itu pun dilaksanakan secara ketat sesuai dengan regulasi yang berlaku. Tidak bisa diperjualbelikan,” ujar Victor.
Victor juga menyampaikan, hingga kini PT LII sebagai pemegang izin pengelolaan Kepulauan Widi di Maluku utara belum mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
PKKPRL merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pemanfaat saat akan melakukan kegiatan menetap di ruang laut baik yang ada di kawasan pesisir maupun pulau-pulau kecil.
Dalam aspek pemanfaatan ruang, semenjak diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang, pemanfaatan ruang diatur lebih ketat karena harus melalui tahapan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). “Ketika sudah mempunyai lahan, tidak serta-merta dapat memanfaatkannya, karena harus melalui proses penerbitan KKPR untuk ditindaklanjuti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Persetujuan Lingkungan (PL)” terang Gabriel Triwibawa.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar kolaborasi pentahelix yang melibatkan berbagai pihak pun dilakukan melalui peran pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta, masyarakat, media massa, akademisi, dan pihak-pihak lainnya. “Posisi masyarakat dan posisi perguruan tinggi dapat turut andil dalam mengontrol dan memberikan masukan pengelolaan kedaulatan termasuk Pulau Widi ini. Akan menjadi sebuah langkah yang konstruktif apabila kita berkolaborasi dalam mengawal kedaulatan negara Indonesia” kata Gabriel Triwibawa.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Amrih Jinangkung pun membantah isu penjualan tersebut. “Dalam konteks Pulau Widi, kita tahu dari media bahwa yang diperjualbelikan adalah pengelolaan/pemanfaatannya. Artinya, kepemilikan pulau belum tentu berpindah menjadi milik asing dan Indonesia melalui Undang-Undang melarang orang asing memiliki sebuah pulau di Indonesia” tegas Amrih Jinangkung.
Ia juga menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang belakangan mencuat. “Kalau kita berbicara tentang kedaulatan, maka yang berhak memindahkan kedaulatan adalah negara melalui Act Of State,” tambah Amrih Jinangkung.
Amrih Jinangkung kemudian mengatakan, isu penjualan pulau dapat memantik diskusi yang menarik tentang isu strategis lainnya yang tak kalah penting disikapi, yakni bagaimana isu lingkungan hidup dan konservasi di banyak pulau di Indonesia, serta bagaimana perekonomian di pulau-pulau tersebut dapat berkontribusi terhadap kesejahteraan penduduk lokal. (timur)