Penulis: I Nyoman Nurjaya, Guru Besar Fakultas Hukum, Ahli Sosiologi dan Filsafat Hukum Universitas Brawijaya – Malang
IPOL.ID – Di tahun 2022-2023, perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat merupakan perkara yang sangat mencuri perhatian dimana tidak saja menarik perhatian publik tetapi menguras tenaga, pikiran, waktu dan emosi publik, terutama bagi kaum perempuan khususnya ibu-ibu, sehingga para terdakwa dilabeli sebagai tokoh antagonis dan protagonis bahkan terselip berbagai adegan lucu pada saat pemeriksaan saksi Susi dan terdakwa Kuat Ma’ruf. Ketika perkara ini sempat direlaksasi pemberitaannya, masyarakat khususnya ibu-ibu melayangkan protes, begitupun juga media yang merasa dirugikan akibat kehilangan jumlah penonton (viewers) selama seminggu.
Perkara ini sangat menarik secara sosiologi dan telah mengalami pergeseran nilai menjadi kasus sangat luar biasa karena terjadi pada salah satu petinggi aparat penegak hukum, terjadi di rumah dinas penegak hukum, serta pelaku dan korbannya adalah aparat penegak hukum. Selama perkara ini berjalan, sangat menguras emosi publik dan akhirnya memunculkan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai pahlawan karena dianggap berani berkata jujur dan mengungkap kebenaran dari peristiwa yang terjadi di Magelang, Saguling, dan Rumah Dinas Duren Tiga. Tetapi, keberanian terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu baru terungkap setelah hampir satu bulan mengikuti skenario terdakwa Ferdy Sambo. Padahal, telah disampaikan bahwa pembuktian dalam perkara ini sangat sederhana karena korbannya ditemukan, tempat kejadian perkara (TKP) jelas, dan pelaku merupakan salah satu dari para terdakwa. Pelik dan rumitnya perkara ini membuat kejadian seperti sinetron dengan episode yang tak berkesudahan. Pada awal perkara sudah masuk di persidangan, menjadikan persidangan sebagai acara yang paling banyak ditonton oleh masyarakat, bahkan salah satu stasiun televisi mengklaim penonton kurang lebih sebanyak 50 juta orang. Hal ini sangat luar biasa karena belum ada sepanjang sejarah pertelevisian sebab hampir seluruh platform media memberitakan tentang persidangan para terdakwa dalam pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.