IPOL.ID – Adanya petisi kembalikan metode kerja Work from Home (WFH) karena jalanan kembali macet sehingga tidak produktif sedang trending. Bahkan petisi sudah ditandatangani lebih dari 18.000 orang.
“Adanya petisi tersebut, kita harus berpikir positif, karena sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam merespon permasalahan lalu lintas kaitannya dengan masalah kemacetan,” kata Budiyanto, Pengamat yang juga Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum kepada ipol.id, Kamis (5/1/2023).
Hanya, kata dia, yang menjadi permasalahan bahwa Work from Office (WFO) dan WFH adalah menyangkut kepentingan orang banyak. Jadi perlu ada kajian yang matang.
“Dari perspektif transportasi dengan berkurangnya mobilitas orang dengan sarana transportasi di jalan sudah dipastikan akan mengurangi tingkat kemacetan,” ujarnya.
Namun, sekali lagi bahwa petisi tersebut mengandung atau menyangkut hajat orang banyak. Berkaitan dengan isu produktivitas atau sebaliknya sehingga perlu ada kajian. Perlu duduk bersama para pemangku kepentingan untuk mengkaji dan mempublish hasil kajian tentang petisi tersebut.
Sehingga semua mengerti dan menyadari adanya subtansi petisi itu dan dapat dicarikan solusi terbaik. “Kita sama-sama tahu bahwa suatu entitas atau badan hukum ada yang bergerak dan menghasilkan jasa atau bergerak dalam bidang yang menghasilkan produk barang,” tukasnya.
Semua, katanya, memerlukan ruang berupa jalan untuk mobilitas orang maupun barang. Semua ini juga akan berdampak kepada masalah-masalah lalu lintas terutama masalah kemacetan.
Menurutnya, problem kemacetan sangat komplek dari mulai pertumbuhan kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan pertambahan panjang jalan disiplin pengguna jalan yang kurang, infrastruktur perlengkapan jalan yang digunakan tidak pada peruntukannya. Misalnya, trotoar untuk kaki lima, asongan, pangkalan ojek, dan lain sebagainya.
Budiyanto mengatakan, sekali lagi bahwa adanya petisi untuk mengembalikan metode kerja WFH karena kerja di kantor/pabrik/WFO tidak produktif karena macet. Tetap perlu kajian yang mendalam.
“Semangatnya sebenarnya sama apabila kita berbicara masalah transportasi bukan sekadar berbicara bergeseran orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan sarana transportasi. Namun memiliki dimensi lebih luas karena berkaitan dengan urat nadi kehidupan sehingga perlu didorong pada kegiatan produktif. Kita tidak boleh berpikir parsial dengan seakan-akan menyalahkan kemacetan,” paparnya.
Dengan adanya kajian tersebut, diharapkan ada solusi dengan tetap menjaga dinamika lalu lintas di jalan tetap dinamis dan aktivitas manusia tetap berjalan dengan baik juga produktif.
“Jadi dengan adanya kajian terhadap masalah tersebut “Petisi”, secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan dan dapat memberikan solusi terbaik. Dan terciptanya suasana kerja yang produktif, didukung oleh dinamika atau kinerja lalu lintas yang maksimal,” tutup Budiyanto. (Joesvicar Iqbal)