IPOL.ID – Terkait penerapan sistem Electronik Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik, aparat kepolisian terkait sepatutnya mengantisipasi adanya modus ganti plat yang dilakukan oknum-oknum yang menyalahgunakannya.
Pada sistem ganjil-genap (gage) sendiri adalah sistem pengendalian lalu lintas atau pembatasan lalu lintas dengan cara memberlakukan penggunaan kendaraan berdasarkan kalender nasional.
Tanggal genap diberlakukan nopol genap dan tanggal ganjil diberlakukan nopol ganjil. Skema pembatasan lalu lintas ini untuk mengurangi volume kendaraan berdampak pada permasalahan lalu lintas yaitu macet.
Seiring perkembangan waktu diberlakukan gage muncul ide-ide dari oknum-oknum tertentu untuk mensiasati gage dengan cara memasang plat nomer polisi tidak sesuai peruntukannya atau memasang atau mengganti dengan plat dinas.
Dimintai komentarnya, Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, Budiyanto mengatakan, beberapa kejadian ini pernah ditemukan petugas langsung di Jalan. Nomer kendaraan diganti dengan plat nomer hitam dengan nomer berbeda. Mengganti plat nomer hitam dengan plat dinas. Karena plat dinas termasuk kendaraan yang mendapatkan pengecualian dalam ganjil-genap.
“Dengan modus-modus seperti ini tentunya akan dapat merugikan pihak lain. Beberapa kali kejadian pemilik mobil tertentu mendapatkan surat klarifikasi dari kepolisian karena dianggap melanggar lalu lintas, terdeteksi oleh kamera CCTV. Ternyata setelah diklarifikasi pemilik kendaraan yang mendapat surat klarifikasi tidak melanggar,” kata Budiyanto di Jakarta Selatan pada ipol.id, Jumat (17/2).
Kendaraan bermotor berplat dinas termasuk kendaraan yang mendapatkan pengecualian atau bebas melintas pada lokasi atau ruas penggal jalan yang diberlakukan gage.
Modus-modus cara mengganti plat nomer bukan peruntukannya merupakan pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur Pasal 280 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) atau berpeluang kepada perbuatan melawan hukum berupa pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
“Adanya modus mengganti plat kendaraan yang tidak pada peruntukan tentunya akan mempengaruhi keberhasilan dari pada program pembatasan lalu lintas dengan skema gage dan tentunya juga akan mengaburkan hasil dari deteksi CCTV ETLE,” bebernya.
“Sehingga perlu ada pengawasan, melibatkan banyak instansi sehingga penyalahgunaan plat nomer dapat ditekan atau jangan sampai terjadi,” tambahnya.
Masing-masing instansi, katanya, memiliki direktorat pengawasan sehingga perlu ada pendataan mobil-mobil dinas yang digunakan oleh anggotanya. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kendaraan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
“Adanya modus pemasangan plat kendaraan bermotor tidak sesuai pada peruntukannya tentunya secara tidak langsung akan mereduksi tujuan diberlakukan program gage dan hakekat penerapan ETLE itu sendiri,” tukas Budiyanto.
Sebelumnya, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melakukan transformasi penegakan hukum. Salah satunya di bidang lalu lintas dengan penerapan sistem Electronik Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik.
Penerapan ETLE merupakan salah satu program prioritas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Guna meminimalisir penyimpangan anggota di lapangan dalam proses penegakan hukum dalam bentuk penilangan.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menerangkan, sudah 34 Kepolisian Daerah (Polda) dan 119 Kepolisian Resor (Polres) sudah menerapkan sistem ETLE dalam proses penegakan hukum di bidang lalu lintas.
Dari 34 Polda, tercatat ada 295 kamera ETLE statis dan 794 kamera ETLE handheld. Sementara ETLE mobile on board sebanyak 63 dan ETLE portable ada 7.
“4 Polda dengan kamera ETLE yang tergelar sampai tingkat Polres yaitu Polda Metro Jaya, Polda Jateng, Polda Jatim dan Polda Sumsel,” terang Dedi dalam keterangan tertulisnya pada ipol.id, Jumat (17/2).
Dalam penerapan penindakannya, Dedi menegaskan, hingga Desember 2022, sebanyak 42.852.990 kendaraan tercapture kamera ETLE. Dari angka tersebut, sudah 1.716.453 tervalidasi datanya oleh petugas backoffice dan sudah diteruskan dalam bentuk kirim surat konfirmasi kepada pemilik kendaraan.
Kemudian sudah ada 636.239 data yang sudah terkonfirmasi melakukan pelanggaran. Proses konfirmasi terkendala pada alamat pemilik kendaraan tidak valid dan tidak ada tracking pengiriman surat konfirmasi.
Dari data di atas, sudah ada 268.216 terbayar usai pemilik kendaraan terkonfirmasi dan diberikan blanko tilang serta kode bayar.
Dedi menambahkan, penerapan sistem ETLE mengurangi sentuhan langsung antara petugas dan pelanggar. Pelanggaran yang dilakukan pengendara berawal dari tertangkapnya kendaraan pelanggar melalui kamera ETLE.
Kemudian petugas back office melakukan verifikasi dan mengirimkan surat konfirmasi pelanggaran ke pelanggar melalui Pos Indonesia. Pelanggar bisa mengonfirmasi melalui web service atau datang ke posko. Setelah itu, pelanggar diberikan kode pembayaran tilang melalui sms atau email untuk dibayarkan melalui bank.
“Semua mekanisme yang ada mengurangi interaksi langsung antara petugas dan pelanggar. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi suap ataupun bentuk pelanggaran lainnya,” tegas Dedi.
Namun, tegas Dedi kembali, jika ditemukan adanya petugas yang terbukti melakukan pungli, maka akan ditindaktegas berupa sanksi, baik sanksi disiplin, sanksi kode etik hingga pidana.
Dalam penerapan ETLE, Dedi menuturkan, memang masih banyak kendala dan hambatan. Seperti anggaran pengiriman surat konfirmasi yang terbatas, mekanisme blokir ETLE yang masih manual, anggaran pengembangan ETLE Korlantas Polri yang belum optimal hingga SDM ETLE terbatas.
“Meskipun begitu Polri akan berusaha maksimal guna menerapkan transformasi digital di bidang lalu lintas untuk melayani masyarakat,” ujarnya.
Beberapa upaya yang dilakukan Polri agar penerapan ETLE berjalan maksimal yakni penguatan back office ETLE di 34 Polda, melaksanakan pemeliharaan dan perawatam sistem ETLE di 34 Polda, pengadaan anggaran pengiriman surat konfirmasi untuk 34 Polda, pelatihan petugas ETLE dari 34 Polda, dan pengadaan tambahan perangkat ETLE untuk 34 Polda.
Kemudian melakukan otomatisasi mekanisme blokir ETLE terkoneksi aplikasi ERI dan sertifikasi petugas penindak pelanggaran lalu lintas secara berkelanjutan untuk 34 Polda.
“Semua perbaikan yang dilakukan ini agar masyarakat tertib dalam berkendara di jalanan dan mengurangi risiko angka kecelakaan,” tutup Dedi. (Joesvicar Iqbal)